Apoteker Diminta Tekan Biaya Obat

Kamis, 04 April 2013 – 17:38 WIB
JAKARTA--Apoteker diminta memperkuat dan mendukung program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terutama dalam menekan biaya obat dengan cara menerapkan penggunaan obat secara rasionalitas.

Pasalnya, dari komponen biaya  (biaya rumah sakit, perawatan,  obat, laboratorium, dan sebagainya), obatlah yang  menempati peranan terbesar terhadap besaran biaya kesehatan.

"Apoteker mempunyai otentisitas dan profesionalitas sendiri di dalam pelayanan obat-obatan dan mencegah penggunaan obat yang tidak rasional. Juga memberikan edukasi dan informasi kepada pasien atau konsumen sehingga penggunaan obatnya tepat," kata Dirjen BinFar dan Alkes Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang, di sela-sela Seminar "Positioning Apoteker Dalam Penjaminan Cost-effectiveness Pengobatan di Era SJSN” di Jakarta, Rabu (4/4).

Dijelaskannya, peran apoteker telah dimulai sejak pemilihan obat yang tepat untuk masing-masing penyakit dan kondisi pasien. Selain itu, peran  apoteker juga penting dalam memantau penggunaan obat oleh pasien, terutama saat dirawat di rumah sakit.

"Peran apoteker diperlukan dalam berbagai lini, baik pelayanan primer, sekunder dan tersier. Karenanya, pemerintah mengharapkan universitas dengan jurusan Farmasi serta asosiasi menyiapkan kompetensi apoteker agar sesuai dengan regulasi," ujarnya.

Menanggapi itu, Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dani Pratomo menyatakan, pihaknya akan berupaya bisa memenuhi harapan pemerintah. Menurutnya, SJSN merupakan reformasi sistem pelayanan kesehatan, dimana terjadi perubahan signifikan.

"Jika sekarang profesi kesehatan bekerja sendiri-sendiri dalam sistem baru (SJSN), ada kolaborasi praktik," kata Dani.

IAI memiliki SDM memadai dimana saat ini sekitar 45 ribu anggotanya tersebar di seluruh Indonesia, dengan tambahan 5000 lulusan sarjana farmasi setiap tahunnya.

Karenanya, jika pada 2019 ditargetkan berdiri 60 ribu klinik, IAI akan mensupportnya karena bakal ada 75 ribu apoteker dengan kompetensi yang memadai.

"Kami selalu berkomunikasi secara intensif terkait kompetensi. Orientasi apoteker adalah pasien aman merupakan sasaran utama untuk semua sektor layanan kesehatan. Untuk memelihara kompetensi, apoteker harus melakukan kontinuining development, seperti praktek, menambah ilmu, aktivitas sosial, publikasi dan organisasi," bebernya.

Sementara itu, Dekan Sekolah Farmasi ITB Prof Dr Daryono, menyatakan pada Juli tahun ini ITB telah membuka jurusan Farmasi Klinik dan Komunitas pertama di Indonesia mendampingi jurusan Sains dan studi farmasi yang ada. Jurusan baru ini bakal mengarahkan lulusannya sesuai dengan kebutuhan SJSN.

"ITB akan menyesuaikan kurikulum yang ada sesuai dengan yang dibutuhkan program SJSN," tandasnya. (Esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lemsaneg Proaktif Pecahkan Sandi Asing

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler