jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) meminta pemerintah mencabut pungutan ekspor CPO (crude palm oil) yang dinilai merugikan petani sawit di luar pulau Jawa.
"Jutaan petani sawit saat ini merugi akibat jatuhnya harga TBS petani yang disebabkan oleh bea keluar dan pungutan ekspor CPO yang begitu tinggi," kata Ketua Dewan Pembina APPKSI Arief Poyuono melalui keterangan tertulis, Rabu (3/5).
BACA JUGA: Produk Unggulan & Ekspor Mulai Menggeliat, Kimia Farma Bukukan Penjualan Rp 2,30 Triliun
Arief menyebut pemerintah mengenakan Bea Keluar CPO sebesar US$124/MT dan Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar US$100/MT untuk periode 1 – 15 Mei 2023.
Menurut dia, dengan sudah dikenakannya Bea Keluar CPO yang cukup tinggi, seharusnya tidak perlu dilakukan pungutan ekspor CPO.
BACA JUGA: Tanpa Surya Paloh, Prabowo Ungkap Pesan Jokowi soal Kekompakan Sepulang dari Istana
Sebab, PE CPO oleh perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit (PKS) dan para trader CPO dibebankan pada harga TBS petani sawit serta harga TBS perusahaan kebun sawit.
Arief mengatakan dampak PE CPO terhadap harga TBS petani di PKS minggu pertama April 2023 lalu masih di harga rata-rata sekitar Rp 2.400-2.700/kg.
BACA JUGA: Harga Emas Pegadaian 3 Mei 2023, Antam dan UBS Kompak Turun
Kemudian harga TBS petani sawit bermitra anjlok menjadi rata-rata Rp 2.100-2.200, dari sebelumnya rata-rata Rp 2.600-2.950/kg.
Sementara untuk harga TBS petani swadaya (mandiri), di beberapa provinsi penghasil sawit, serta harga TBS sawit petani sudah anjlok di harga Rp 1.650-Rp 1.800/kg.
Ketua umum FSP BUMN Bersatu itu menyebut penurunannya sangat jauh dibanding awal April lalu.
Hal itu menurutnya sangat merugikan petani sawit yang mandiri maupun plasma dan bisa berdampak buruk bagi macetnya pembayaran kredit ke perbankan oleh para petani sawit.
"Begitu juga angsuran kredit oleh perusahaan perkebunan sawit yang mana mayoritas dana investasinya diperoleh dari perbankan," ujar Arief.
Itu sebabnya APPKSI meminta kepada Presiden Jokowi untuk mencabut PE CPO yang menilbulkan kerugian bagi petani sawit.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam