APTI Desak Kemenkes Cabut Rancangan Permenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Kamis, 10 Oktober 2024 – 01:19 WIB
Rokok polos (Ilustrasi). Foto: Dokumentasi Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) secara tegas menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, yang diusulkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji menegaskan seluruh pelaku usaha industri hasil tembakau menolak keras ketentuan dalam RPMK terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

BACA JUGA: Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Kecam Hadirnya RPMK dan PP 28/2024

Di mana wacana kebijakan tersebut sebelumnya tidak diatur dalam PP 28/2024.

DPN APTI juga mencatat sejumlah kejanggalan dalam RPMK, seperti jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi kemasan yang tidak sesuai amanat PP 28/2024.

BACA JUGA: Begini Cara Turunkan Berat Badan Instan Tanpa Olahraga & Minum Obat-obatan

Ketentuan Pasal 1157 pada PP 28/2024 mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan pencantuman peringatan kesehatan dalam waktu 2 tahun sejak PP diundangkan, yaitu pada Juli 2026.

"Namun, ketentuan pada RPMK tidak sesuai dengan amanat PP 28/2024, yang mengatur bahwa pelaku usaha wajib mematuhi aturan mengenai standardisasi kemasan termasuk desain dan tulisan, dan peringatan kesehatan, dalam waktu 1 tahun sejak PP 28/2024 diundangkan, yaitu Juli 2025," terangnya.

BACA JUGA: PTPN IV PalmCo Targetkan 2,1 Juta Bibit Unggul Diserap Petani Sawit

Sementara itu, Ketua APTI DIY, Triyanto menyatakan kemasan rokok polos tanpa merek pada dasarnya menimbulkan dilema.

Di satu sisi, pihaknya menolak karena kebijakan tersebut akan merugikan banyak pihak. Apalagi, konsumen tidak akan tahu spesifikasi produk, seberapa berbahaya atau tidak.

Selain itu, dia menekankan kebijakan ini justru bisa membuka peluang pemalsuan produk rokok hingga penyebaran rokok ilegal.

"Pemerintah juga akan dirugikan karena potensi kehilangan pendapatan cukai," tutur Triyanto.

Oleh karenanya, Triyanto mengimbau pemerintah agar bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan, terutama dalam melindungi petani, produsen, dan buruh.

Bahkan, petani tembakau berperan besar pada perekonomian daerah.

"Devisa terbesar negara salah satunya berasal dari tembakau, namun sayangnya harga tembakau belum diatur dengan jelas seperti padi dan kedelai. Bila petani tembakau dialihkan ke komoditas lain, belum ada komoditas penggantinya yang cocok ditanam di ladang tembakau," jelasnya.

"Pemerintah harus bisa melindungi semua pihak—petani, buruh, dan produsen. Kebijakan yang menekan industri hasil tembakau akan berimbas pada banyak sektor, termasuk petani," imbuhnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler