JAKARTA - Pengadilan Arbitrase Internasional atau International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington, Amerika Serikat, melalui putusan tertanggal 16 Juli 2013, memenangkan pemerintah Indonesia dalam perkara kucuran dana talangan Bank Century yang diajukan pemegang saham Bank Century, Rafat Ali Rivzi.
Dengan begitu ICSID sepakat dengan pemerintah Indonesia bahwa perjanjian investasi Rafat di Bank Century, tidak mendapatkan izin berdasarkan UU Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1 Tahun 1967 yang disyaratkan ketentuan dalam perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Inggris (BIT).
Karena itu, investasi Rafat di bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara tidak mendapat perlindungan BIT antara Indonesia dan Inggris. ICSID juga menolak argumen Rafat yang memakai pasal most-favored- nation untuk mendapat perlindungan BIT. "Intinya, ICSID tak memiliki yurisdiksi memeriksa gugatan Rafat," jelas Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung (Kapuspenkum) Setia Untung Arimuladi, Jumat (19/7).
Ditambahkan Untung, dalam persidangan yang berlangsung selama dua tahun lebih, Kejaksaan Agung selaku jaksa pengacara negara dalam bantahannya (eksepsinya) menegaskan bahwa investasi Rafat di Indonesia tak memperoleh izin yang telah ditentukan UU PMA yang berlaku di Indonesia.
Rafat dalam gugatannya menilai Indonesia telah melanggar ketentuan perjanjian BIT dalam penyelamatan Bank Century sekaligus menuntut pemerintah Indonesia membayar ganti rugi USD 75 juta atau setara Rp 675 miliar. Dia mengajukan gugatan dalam status buronan pemerintah Indonesia setelah divonis secara in abstentia selama 15 tahun. (pra/jpnn)
Dengan begitu ICSID sepakat dengan pemerintah Indonesia bahwa perjanjian investasi Rafat di Bank Century, tidak mendapatkan izin berdasarkan UU Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1 Tahun 1967 yang disyaratkan ketentuan dalam perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Inggris (BIT).
Karena itu, investasi Rafat di bank yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara tidak mendapat perlindungan BIT antara Indonesia dan Inggris. ICSID juga menolak argumen Rafat yang memakai pasal most-favored- nation untuk mendapat perlindungan BIT. "Intinya, ICSID tak memiliki yurisdiksi memeriksa gugatan Rafat," jelas Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung (Kapuspenkum) Setia Untung Arimuladi, Jumat (19/7).
Ditambahkan Untung, dalam persidangan yang berlangsung selama dua tahun lebih, Kejaksaan Agung selaku jaksa pengacara negara dalam bantahannya (eksepsinya) menegaskan bahwa investasi Rafat di Indonesia tak memperoleh izin yang telah ditentukan UU PMA yang berlaku di Indonesia.
Rafat dalam gugatannya menilai Indonesia telah melanggar ketentuan perjanjian BIT dalam penyelamatan Bank Century sekaligus menuntut pemerintah Indonesia membayar ganti rugi USD 75 juta atau setara Rp 675 miliar. Dia mengajukan gugatan dalam status buronan pemerintah Indonesia setelah divonis secara in abstentia selama 15 tahun. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MPR Kenang 40 Hari Wafatnya Taufiq Kiemas
Redaktur : Tim Redaksi