REKLAMASI atau penimbunan laut yang dilakukan investor hotel di Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan makin meresahkan. Lahan yang disebut sebagai ruang terbuka hijau dan pengelolaannya akan diberikan ke pemerintah kota sedianya akan dibangun beberapa fasilitas penunjang.
Melihat dari konsep yang ada fasilitas yang tersedia di areal lahan sepanjang 50 meter dan lebar 50 meter itu bukanlah untuk publik atau masyarakat umum. Melainkan untuk para pengunjung hotel. Sebab, lokasi reklamasi berada tepat di belakang lahan milik investor hotel, Sudirdjo Aliman alias Jentang.
Berdasarkan gambar yang ada, jika pengelolaan ruang terbuka hijau itu diberikan kepada Pemkot Makassar tentu yang jadi permasalahan adalah apakah ada akses publik untuk masuk ke taman terebut. Di sisi kanan atau disamping Zona Cafe pastinya tidak memungkinkan untuk dibangun akses jalan.
Di lokasi itu sudah berdiri Hotel Pantai Gapura. Sementara di sisi kiri lokasi Hotel Swiss-Bellin lahan yang tersedia hanyalah sebuah talud yang memisahkan hotel dan kantor kepolisian. Kondisi seperti itu tentu sangat tidak memungkinkan lahan reklamasi yang disebut RTH itu akan digunakan untuk kepentingan publik.
Di areal lahan reklamasi seluas 2500 meter persegi itu sedianya akan dibangun sebuah taman hijau. Di tengah taman itu dibangun sebuah area bermain pasir putih. Di dalam area bermain pasir putih ini terdapat dua buah papan luncuran atau biasa disebut prosotan.
Di sisi lain di area bermain ini juga dibangun sebuah ayunan. Bermain di alam terbuka dan berada di pinggir pantai tentu sangat nyaman. Terlebih lagi didukung pohon-pohon yang rindang. Taman yang beralaskan rumput, pohon kelapa, bougenville, dan lainnya.
Juga, ada dua gazebo berukuran besar. Antara seluruh permainan dan gazebo itu akan dihubungkan jalan setapak. Di sudut kanan areal reklamasi akan dibangun sebuah toilet berukuran 8 meter x 4 meter. Reklamasi lahan sepanjang 50 meter ini sebenarnya merupakan reklamasi kedua yang dilakukan investor.
Sebelumnya mereka terlebih dahulu melakukan reklamasi di sebelah kanan kantor Direktorat Polisi Perairan Polda Sulsel. Reklamasi juga dilakukan sepanjang 50 meter. Namun, tidak dilanjutkan. Berdasarkan peta yang ada panjang di lokasi reklamasi pertama di samping kantor Polair itu sejajar dengan lokasi kedua.
Belakangan diketahui lahan yang ditimbun pertama kali itu juga diklaim sebagai milik Sudirdjo Aliman alias Jentang. Melihat posisi reklamasi yang sejajar itu tidak tertutup kemungkinan akan ada sebuah akses jalan yang menghubungkan dua lokasi yang berbeda itu.
Areal yang sempit di lokasi pembangunan hotel tidak menutup kemungkinan akan adanya pembangunan lahan parkir bagi tamu hotel di samping kantor Ditpolair Polda Sulsel. Dari gambar peta lokasi yang ada investor hotel sedianya dapat saja tidak menggunakan areal parkir di samping Kantor Ditpolair, apabila membeli lahan milik Zona Cafe.
Terlebih lagi Zona Cafe sudah tidak beroperasi dikarenakan terbakar. Jika lahan tersebut dibeli maka lahan pembangunan hotel yang semula berbentuk letter L akan berubah menjadi persegi panjang. "Kasus di belakangan zona, murni reklamasi," kata anggota DPRD Makassar Mustaghfir Sabry, saat pertemuan di ruang badan anggaran akhir pekan lalu.
"Permasalahan ini sebenarnya muncul karena tidak adanya keselarasan pembangunan yang mengacu pada RTRW. Ini menjadi pekerjaan rumah DPRD Makassar untuk mempercepat proses pengesahan ranperda RTRW di legislatif," papar anggota DPRD Makassar Sri Rahmi, Minggu (24/3). (abg/sil)
Melihat dari konsep yang ada fasilitas yang tersedia di areal lahan sepanjang 50 meter dan lebar 50 meter itu bukanlah untuk publik atau masyarakat umum. Melainkan untuk para pengunjung hotel. Sebab, lokasi reklamasi berada tepat di belakang lahan milik investor hotel, Sudirdjo Aliman alias Jentang.
Berdasarkan gambar yang ada, jika pengelolaan ruang terbuka hijau itu diberikan kepada Pemkot Makassar tentu yang jadi permasalahan adalah apakah ada akses publik untuk masuk ke taman terebut. Di sisi kanan atau disamping Zona Cafe pastinya tidak memungkinkan untuk dibangun akses jalan.
Di lokasi itu sudah berdiri Hotel Pantai Gapura. Sementara di sisi kiri lokasi Hotel Swiss-Bellin lahan yang tersedia hanyalah sebuah talud yang memisahkan hotel dan kantor kepolisian. Kondisi seperti itu tentu sangat tidak memungkinkan lahan reklamasi yang disebut RTH itu akan digunakan untuk kepentingan publik.
Di areal lahan reklamasi seluas 2500 meter persegi itu sedianya akan dibangun sebuah taman hijau. Di tengah taman itu dibangun sebuah area bermain pasir putih. Di dalam area bermain pasir putih ini terdapat dua buah papan luncuran atau biasa disebut prosotan.
Di sisi lain di area bermain ini juga dibangun sebuah ayunan. Bermain di alam terbuka dan berada di pinggir pantai tentu sangat nyaman. Terlebih lagi didukung pohon-pohon yang rindang. Taman yang beralaskan rumput, pohon kelapa, bougenville, dan lainnya.
Juga, ada dua gazebo berukuran besar. Antara seluruh permainan dan gazebo itu akan dihubungkan jalan setapak. Di sudut kanan areal reklamasi akan dibangun sebuah toilet berukuran 8 meter x 4 meter. Reklamasi lahan sepanjang 50 meter ini sebenarnya merupakan reklamasi kedua yang dilakukan investor.
Sebelumnya mereka terlebih dahulu melakukan reklamasi di sebelah kanan kantor Direktorat Polisi Perairan Polda Sulsel. Reklamasi juga dilakukan sepanjang 50 meter. Namun, tidak dilanjutkan. Berdasarkan peta yang ada panjang di lokasi reklamasi pertama di samping kantor Polair itu sejajar dengan lokasi kedua.
Belakangan diketahui lahan yang ditimbun pertama kali itu juga diklaim sebagai milik Sudirdjo Aliman alias Jentang. Melihat posisi reklamasi yang sejajar itu tidak tertutup kemungkinan akan ada sebuah akses jalan yang menghubungkan dua lokasi yang berbeda itu.
Areal yang sempit di lokasi pembangunan hotel tidak menutup kemungkinan akan adanya pembangunan lahan parkir bagi tamu hotel di samping kantor Ditpolair Polda Sulsel. Dari gambar peta lokasi yang ada investor hotel sedianya dapat saja tidak menggunakan areal parkir di samping Kantor Ditpolair, apabila membeli lahan milik Zona Cafe.
Terlebih lagi Zona Cafe sudah tidak beroperasi dikarenakan terbakar. Jika lahan tersebut dibeli maka lahan pembangunan hotel yang semula berbentuk letter L akan berubah menjadi persegi panjang. "Kasus di belakangan zona, murni reklamasi," kata anggota DPRD Makassar Mustaghfir Sabry, saat pertemuan di ruang badan anggaran akhir pekan lalu.
"Permasalahan ini sebenarnya muncul karena tidak adanya keselarasan pembangunan yang mengacu pada RTRW. Ini menjadi pekerjaan rumah DPRD Makassar untuk mempercepat proses pengesahan ranperda RTRW di legislatif," papar anggota DPRD Makassar Sri Rahmi, Minggu (24/3). (abg/sil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serangan Hama Tikus Cemaskan Petani
Redaktur : Tim Redaksi