jpnn.com - Don’t Cry For Me Argentina, jangan menangis untukku, Argentina.
Sebuah lagu lawas yang dinyanyikan oleh Julie Covington pada 1970-an mendadak sekarang viral lagi di berbagai platform media sosial, setelah tim nasional sepak bola Argentina takluk oleh Arab Saudi 1-2 pada pertandingan Piala Dunia di Qatar, Selasa (23/11).
BACA JUGA: Piala Dunia 2022: Argentina Kalah, Begini Kalimat Lionel Messi, Ya Ampun
Lagu itu ngetop lagi pada 1996 ketika dinyanyikan ulang oleh Madonna sebagai soundtrack film Evita.
Film itu bercerita mengenai Evita Peron, istri pemimpin Argentina Juan Peron, tokoh militer yang menjadi presiden tiga kali pada 1950-an sampai awal 1970-an.
BACA JUGA: Skor Pertandingan Piala Dunia 2022 Sampai Selasa Malam: Dont Cry for Me Argentina
Don’t cry for me Argentina, The truth is I never left you, All through my wild days, My mad existence, I kept my promise, Don’t keep your distance.
Potongan refrain lagu itu terasa ngelangut sedih. Hati jutaan suporter Argentina remuk redam oleh kekalahan yang menyakitkan.
BACA JUGA: Raja Salman Umumkan Hari Libur Arab Saudi, Mana Messi?
Dibanding dengan Argentina, Arab Saudi adalah tim gurem. Argentina punya segala-galanya. Ada Lionel Messi yang dijuluki sebagai GOAT, greatest of all time, pemain paling hebat sepanjang masa. Toh, Messi hanya bisa tertunduk malu dan hancur.
Satu gol yang dicetak Messi dari titik penalti pada menit ke-10 tidak bertahan atau bertambah.
Malah, Arab Saudi bisa membalas dua gol di babak kedua. Ironiya, 3 gol Argentina dibatalkan oleh wasit karena offside.
Sementara sepanjang pertandingan, Arab Saudi hanya dua kali menendang on target ke arah gawang, dan dua-duanya menjadi gol.
Arab Saudi dikenal sebagai tim elang hijau karena warna jersi hujau yang dikenakan. Warna ini sesuai dengan warna bendera Arab Saudi yang hijau bertuliskan kalimat syahadat dengan gambar pedang di bawahnya.
Elang hijau menunjukkan keperkasaan yang mengejutkan. Dua pahlawan Arab Saudi adalah Saleh Al-Shehri yang mencetak gol pada menit ke-49, dan Salem Al-Dawsari menit ke-54.
Pahlawan sejati Arab Saudi ialah penjaga gawang Mohammed Khalil Al-Owais yang tampil heroik di bawah di bawah mistar gawang.
Kiper berusia 31 tahun itu tampil sangat solid dan tercatat melakukan lima penyelamatan penting sepanjang laga.
Tendangan dan tandukan kepala Lionell Messi berhasil dia jinakkan.
Messi yang menjadi momok bagi setiap kiper di mana pun di seluruh dunia, kali ini dibuat frustrasi tidak berdaya.
Kemenangan Timnas Arab Saudi kali ini melahirkan sejarah baru Piala Dunia.
Arab Saudi kini tercatat sebagai negara Asia pertama yang mampu mengalahkan Argentina di panggung besar internasional. Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menjadi tim pertama yang berhasil menumbangkan Argentina dalam tiga tahun terakhir.
Tidak tanggung-tanggung. Timnas Arab Saudi sukses memutus rekor 36 laga tak terkalahkan milik Argentina yang dimulai sejak Juli 2019.
Dengan demikian, Argentina dipastikan gagal melewati rekor ‘’unbeaten’’ milik Timnas Italia.
Gli Azzurri, julukan Italia, sampai saat ini masih tercatat sebagai pemegang rekor tak terkalahkan dalam sejarah sepak bola internasional dengan catatan 37 laga beruntun.
Timnas Italia mengukir rekor tak terkalahkan pada kurun waktu 2018-2021.
Ironinya, Italia yang menjadi juara dunia 4 kali dan menjadi juara Eropa pada 2020, kali ini tidak lolos ke Piala Dunia.
Inilah anomali dan kejutan yang mewarnai Piala Dunia. Hasil laga di Lusail Stadium ini sangat mengejutkan karena Argentina digadang-gadang sebagai salah satu kandidat kuat juara tahun ini.
Dasar prediksi itu tidak hanya berasal dari rekor 36 laga tak terkalahkan, melainkan juga fakta bahwa Timnas Argentina datang ke Qatar dengan titel juara bertahan Copa America 2021 dan Finalissima 2022.
Ini adalah kali pertama Timnas Argentina kalah pada partai pembuka Piala Dunia sejak terakhir kali mengalami hal serupa pada edisi 1990.
Suporter Argentina sekarang menangis, tetapi tidak berarti kiamat sudah datang. Kalah di pertandingan pertama tidak berarti akhir dari perjalanan.
Bisa saja justru terjadi kejutan baru jika Argentina ternyata bisa bangkit dan bahkan menjadi juara, sekaligus menjadi salam perpisahan terakhir dari Lionel Messi terhadap perhelatan Piala Dunia.
Timnas Argentina masih punya harapan, karena ada satu tim yang kalah di pertandingan pertama, tetapi kemudian justru menjadi juara.
Itulah yang terjadi pada Tim Matador Spanyol pada Piala Dunia 2010. Ketika itu Spanyol kalah 0-1 dari Swiss.
Meski kalah dari Swiss, Spanyol asuhan Vicente del Bosque berjaya di akhir turnamen. Spanyol keluar sebagai juara setelah menang 1-0 atas Belanda di partai puncak.
Akan tetapi, bisa jadi nasib tragis terjadi terhadap Argentina seperti yang dialami oleh Prancis, yang kalah pada pertandingan pertama dari tim Senegal di Piala Dunia 2002 di Korea dan Jepang.
Berstatus sebagai juara bertahan, Prancis dipermalukan oleh tim pupuk bawang Senegal 0-1.
Ironinya, ketika itu Prancis diperkuat pemain hebat seperti Patrick Vieira, Claude Makelele, Zinedine Zidane (saat itu tak bermain), Marcel Desailly, Thierry Henry, dan David Trezeguet.
Lebih ironi lagi, Senegal adalah bekas negara jajahan Prancis dan perkembangan sepak bolanya banyak dibantu oleh Prancis.
Akan tetapi, pada Piala Dunia itu nasib Prancis tragis karena tidak lolos fase grup dan berada di posisi juru kunci di bawah Senegal.
Senegal lolos ke babak 16 besar setelah bermain imbang 1-1 dengan Denmark dan imbang 3-3 dengan Uruguay.
Ironi dan anomali sepak bola terjadi di setiap turnamen besar. Arab Saudi akan mencatat kemenangan melawan Argentina ini dengan tintas emas dan akan mengenangnya seumur hidup.
Rakyat Saudi berpesta pora, dan Raja Salman mengumumkan hari libur nasional untuk merayakan kemenangan ini.
Argentina merana, dan suporternya akan termenung sambil mendengarkan ‘’Don’t Cry For Me Argentina’’. (**)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror