Argentina dan Inggris, Panas Karena Malvinas

Rabu, 13 Maret 2013 – 06:56 WIB
STANLEY – Hasil referendum soal penentuan status dan nasib warga Kepulauan Falkland (Malvinas) pada Minggu lalu (10/3) berpotensi membuat tegang kembali hubungan Inggris-Argentina. Selasa (12/3) pemerintahan Presiden Cristina Elisabet Fernández de Kirchner menolak mengakui hasil referendum di wilayah kepulauan yang oleh Argentina disebut sebagai Islas Malvinas tersebut dan menyebutnya sebagai manuver Inggris tanpa dasar hukum.

Referendum tersebut diadakan untuk menentukan status apakah wilayah kepulauan dekat daratan Patagonia (bagian ujung selatan daratan Amerika Selatan) itu tetap berada di bawah naungan Inggris ataukah berdiri terpisah. Hasilnya, 99,8 persen suara memilih untuk tetap bergabung dengan Inggris meski memiliki pemerintahan sendiri. Hanya tiga di antara 1.517 surat suara sah yang menolak.

Di antara sekitar 2.841 penduduk kepulauan yang terletak sekitar 500 kilometer sebelah timur daratan Patagonia itu, 1.672 orang berhak memberikan suara. Hasil referendum pun menyebutkan bahwa 92 persen memilih menggunakan hak suara mereka.

’’Mereka adalah orang-orang Inggris. Kami menghormati jalan hidup dan identitas mereka. Kami pun menghormati jika mereka ingin tetap menjadi orang Inggris. Tetapi, tanah yang mereka tinggali itu bukanlah wilayah Inggris,’’ tegas Duta Besar (Dubes) Argentina untuk Inggris Alicia Castro.

Komentar yang disiarkan radio La Red di Buenos Aires itu dilontarkan Castro menyikapi referendum. Hasilnya pun sudah diperkirakan sebelumnya.  Namun, pemerintah Argentina menyebut referendum itu sebagai langkah yang tidak relevan dan kian memperkeruh sengketa wilayah di antara kedua negara.

’’(Referendum) ini merupakan manuver tanpa dasar hukum yang kuat. Apalagi, tidak dilaksanakan dan diawasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,’’ ungkap Castro.

Senator dari partai berkuasa Argentina Anibal Fernandez, yang juga mantan kepala staf Presiden Cristina Fernandez de Kirchner, menyebut referendum tersebut sebagai ’’aksi mengejutkan yang sangat tak berdasar’’ oleh pemerintahan Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron.

’’Tidak boleh ada penentuan nasib sendiri (referendum) karena penduduk asli (Falkland) didatangkan oleh Inggris setelah mereka menguasainya pada 1833,’’ katanya.

Kaya dengan sumber daya alam, kepulauan seluas 12.173 km persegi itu terdiri atas East Falkland, West Falkland, dan 776 pulau kecil lainnya. Dari seluruh penduduknya saat ini, sekitar 61 persen merupakan warga asli. Tetapi, mereka keturunan warga Inggris. Lantas, 29 persen lainnya adalah warga asal Inggris yang bermukim di sana. Populasi lain terdiri dari warga Spanyol, Jepang, Cile, dan lain-lain.

Dengan komposisi penduduk seperti, sangat beralasan jika hasil referendum mendukung Kepulauan Falklands tetap berada di bawah naungan Inggris. Padahal, secara geografis kepulauan itu hanya berjarak sekitar 1.883 kilometer dari Argentina. Bandingkan dengan Inggris yang terpaut jarak 12.736 kilometer.

Inggris dan Argentina pernah terlibat perang singkat dan dahsyat dalam memperebutkan kepulauan itu pada 1982. Perang ini terjadi menyusul invasi Argentina atas wilayah tersebut. Tentara Argentina kalah setelah pasukan khusus Angkatan Laut Inggris melancarkan serangan melalui laut. Namun, perang tersebut menelan banyak korban jiwa. Dari Argentina, 649 tentaranya tewas dan Inggris kehilangan 255 personel militernya.

Ketegangan kembali memanas beberapa tahun belakangan ketika Inggris membuka eksplorasi minyak lepas pantai di wilayah itu. PBB telah mengeluarkan 40 resolusi yang meminta agar kedua negara menyelesaikan sengketa lewat meja perundingan.

PM Inggris David Cameron kemarin menyerukan kepada Argentina supaya menghormati keinginan warga Falklands sesuai hasil referendum. Dia juga meminta Argentina untuk berhati-hati dalam berkomentar. ’’Penduduk Falklands tak bisa bicara lebih jelas lagi (dari hasil referendum). Mereka ingin tetap berada di bawah Inggris dan pendapat itu harus dihormati oleh semua pihak, termasuk Argentina,’’ ujarnya melalui pernyataan resmi.

Cameron memperingatkan Argentina agar tak mengambil tindakan militer. ’’Kepulauan Falkland berjarak ribuan kilometer (dari wilayah Inggris). Tetapi, mereka (penduduk kepulauan) adalah warga Inggris yang ingin tetap tinggal di sini. Orang harus tahu bahwa kami akan selalu berada di sana untuk melindungi mereka,’’ lanjutnya.

Penduduk Falkland berharap hasil referendum tersebut bisa memperkuat posisi mereka dalam menghadapi tekanan internasional terkait sengketa wilayah. Amerika Serikat (AS) secara tegas menghindari sikap memihak terkait isu itu meski memiliki hubungan dekat dengan Inggris.

Hasil referendum diumumkan sekitar pukul 22.30 Senin waktu setempat (pukul 08.30 kemarin WIB). Pengumuman hasil referendum itu disambut oleh warga.
’’Ramai sekali di sini. Luar biasa,’’ ucap Barry Alsby, anggota parlemen Falkland, saat menggambarkan suasana pasca-pengumuman referendum. ’’Ratusan orang yang ada di luar katedral merayakan, menyanyi, dan mengibarkan bendera,’’ terangnya.

Dia mengatakan bahwa hasil referendum itu mengirimkan pesan tegas kepada dunia. Para pemantau internasional dari Kanada, Cile, Meksiko, Selandia Baru, Paraguay, AS, dan Uruguay memonitor referendum. Menurut para pemantau, referendum itu berlangsung dengan bebas dan terbuka. (AFP/RTR/cak/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Orang Dalam Tewaskan Tentara AS

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler