"Cermati apa yang bisa diambil manfaatnya oleh bangsa ini jika perdebatan mereka hanya dengan gagasan sebatas 'main yoyo', 'tebar pesona', atau 'undur-undur' yang dilontarkan para capres Pemilu 2009 dibanding ungkapan Sjahrir era 1950-an yang kaya dengan nuansa literer dan penuh kandungan gagasan dan ideologis berbangsa dan bernegara." Rocky Gerung, dalam sebuah diskusi digelar di Jakarta, Senin (2/3) untuk memperingati 100 Tahun Kelahiran Perdana Menteri/Menlu Pertama RI, yang jatuh 5 Maret 2009.
Bersama Rocky Gerung, juga hadir sejumlah panelis antara lain Fadjroel Rachman, Rosihan Anwar, pakar filsafat STF Driyarkara Herry Priyono PhD, mantan peneliti senior LP3ES Dr Daniel Dhakidae, dan ARahman Tolleng
BACA JUGA: Msia Paling Sering Langgar Wilayah RI
Sebagai negarawan dan inspirator bangsa, lanjut Rocky Gerung, Sutan Sjahrir telah mengisi hidupnya bagi kebaikan demokrasi IndonesiaDalam diskusi yang bertema 'Relevansi Pemikiran Sjahrir', semua nara-sumber sependapat, perdebatan politik era demokrasi parlementer 1950-an sangat bermutu dibandingkan debat politik dewasa ini
BACA JUGA: Mendagri Keluarkan Instruksi Soal Upung
Munculnya Sutan Sjahrir sebagai salah satu anggota 'tiga serangkai' bersama Soekarno-Hatta, tak lepas dari kualitas masyarakat dan anak zaman"Saat Sjahrir menang sebagai Perdana Menteri melalui sebuah pemilu, komentar politik Soekarno ketika itu adalah: Seperti rotan, saya hanya melengkung, tapi tidak patah," kata Rocky mengutip ucapan presiden pertama Indonesia itu.
Sementara Fadjroel Rachman, Herry Priyono dan Daniel Dhakidae menyebut Sjahrir mengalami marginalisasi dalam arus sejarah Indonesia modern
BACA JUGA: Izin Syaukani Berobat ke Singapura Sudah Sesuai Aturan
Bahkan mungkin mayoritas rakyat tak mengetahui siapa Sjahrir sesungguhnya"Sjahrir memang kalah populer dibandingkan Soekarno dan HattaSjahrir mengalami marginalisasiPadahal perannya sangat nyata bagi perjalanan bangsa ini." (fas/JPNN)BACA ARTIKEL LAINNYA... Bireun Cs Usul jadi KEK
Redaktur : Tim Redaksi