Arti Penyengat di Mata Menpar Arief Yahya

Senin, 16 Maret 2015 – 02:06 WIB
Menteri Pariwisata RI Arief Yahya (tengah) saat naik becak bersama Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri, Guntur saat kunjungannya ke Penyegat baru-baru ini. F.Dok/Tanjungpinangpos/JPNN.com

jpnn.com - TANJUNGPINANG - Meski geliat pariwisata Tanjungpinang masih pasang-surut, Menteri Pariwisata RI Arief Yahya tetap menaruh optimisme pada ibu kota provinsi Kepri ini. Menurutnya, Tanjungpinang punya modal besar untuk menjadi destinasi wisata. 

"Di sini ada pulau Penyengat. Kalau kota tua Jakarta saja bisa diusulkan menjadi world heritage, saya ingin Penyengat begitu. Karena sudah seharusnya seperti itu," kata Arief, di sela kunjungannya ke Tanjungpinang, akhir pekan silam. 

BACA JUGA: Usai Lion Air, Giliran Batik Air yang Bermasalah

Arief tak menyangsikan potensi yang dipunya Penyengat. Di matanya, pulau yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga ini bila digarap dengan serius, mampu menerbitkan minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung. 

"Penyengat ini pulau yang bersejarah. Pulau yang bahasanya dijadikan sebagai bahasa nasional bangsa ini. Menurut saya, (Penyengat) layak dijadikan world heritage," ungkap Arief. 

BACA JUGA: Tiga Nama Pendukung Ical Ini Masuk Kepengurusan Kubu Agung

Jauh sebelum Arief menjadi menteri, sudah banyak kalangan yang punya mimpi yang sama; menjadikan Penyengat sebagai warisan budaya dunia. Yang paling mutakhir, Musyawarah Akbar masyarakat Pulau Penyengat, yang diselenggarakan 7 Desember 2013 lalu. 

Dalam musyawarah tersebut, Penyengat disepakati menjadi salah satu jantung pertahanan kerajaan Riau-Lingga di muara Carang dalam melawan Belanda di bawah pimpinan Raja Haji Fisabilillah (RHF). 

BACA JUGA: Bantah Bentuk Parpol Baru, Hatta Rajasa Senyum Lalu Tertawa

Oleh Budayawan Melayu Rida K Liamsi musyawarah besar ini dinilai sangat strategis bagi Pulau Penyengat, baik sebagai salah satu tujuan wisata andalan Provinsi Kepulauan Riau, maupun sebagai sebuah jejak perjalanan sejarah kebesaran emporium Melayu yang jatuh bangun selama lebih 500 tahun di kawasan Selat Malaka ini. 

Dalam artikelnya, Rida K Liamsi menuliskan, dengan potensi warisan sejarah dan budaya serta letak geografisnya yang ada dan sudah dikenal selama ini, sudah tepatlah Penyengat diposisikan menjadi destinasi wisata budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan yang berbasis religi. Sama seperti Jogjakarta, atau Bali, dan juga Jakarta. Atau seperti Malaka dan Johor, di Malaysia. 

Perjuangan terbesar yang harus direbut, tulis Rida, adalah menjadikan Penyengat sebagai warisan dunia atau world haritage, seperti Malaka. Seperti Bali, seperti Jogja, seperti Borobudur. Karena itu, harus ada tekad dan kemauan semua stake holdernya, terlebih masyarakat Pulau Penyengat sendiri, untuk memulai perjuangan itu. Harus ada kampanye tiap hari, di semua kesempatan, kampanye menjadikan Penyengat sebagai warisan budaya dunia. 

Dalam pidato, dalam makalah, lagu, dalam dendang, dan dalam desir ombak perahu yang hilir mudik pergi dan datang ke Penyengat: Penyengat as World Haritage. Bagaimana gagasan dan mimpi besar itu harus diwujudkan? Memang harus ada tahapan, dan di mulai dari jantung dan urat nadi kehidupan di Pulau Penyengat, di Kota Tanjungpinang, di Provinsi Kepulauan Riau, di dada orang Indonesia. (aya/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Parah...Polisi Ini Dipukuli Geng Motor, Ditelanjangi Kemudian Diarak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler