jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina menekankan pentingnya masyarakat menyaring informasi di media sosial. Sebab, media sosial banyak dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab untuk menyebarkan berita palsu atau hoaks.
"Sebaiknya disaring dulu, cek kebenaran berita tersebut," ujarnya di Jakarta.
Menurut dia, keberadaan media sosial yang menjadi akses bagi penyebar hoaks dan radikalisme, akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Mereka sengaja membuat berita bohong untuk propanganda yang tujuannya menciptakan suasana tidak kondusif, bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa.
BACA JUGA: Perangi Hoaks, Milenial Diingatkan untuk Selalu Jaga Persatuan
"Tentu persoalan ini menjadi keprihatinan bagi kita semua. Terlebih saat ini masyarakat sedang berduka dari keterpurukan perekonomian akibat pandemi. Karena kondisi ini membuat masyarakat lebih banyak berdiam di rumah dan banyak waktu untuk bersosmed. Jika tidak hati-hati, maka bisa terpancing dengan bahasa atau ajakan yang justru tidak mendidik dan tidak sedikit yang berujung kasus hukum," tegasnya.
Dia juga menyarankan agar masyarakat berpegang pada media mainstream sebagai acuan memilih informasi.
BACA JUGA: Polisi Buru Penyebar Hoaks Percakapan Palsu Kapolda Metro Jaya Soal Rizieq Shihab
Menurutnya, media online yang memuat berita lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media sosial yang sumbernya tidak jelas.
Apalagi, sekarang ini banyak situs-situs abal-abal yang ironisnya, berita atau foto yang disebar media abal-abal di media sosial bisa viral, meski isinya tidak berdasar. Untuk itu, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, meminta Kominfo agar bertindak tugas.
"Sudah semestinya pemerintah punya sistem yang kuat, jangan dipermudah para pelaku untuk menyebarkan hoaks. Dengan sistem tersebut, Kominfo harusnya bisa melacak dan mematikan gadget para pelaku penyebar hoaks," urainya.
Arzeti yakin bukan perkara sulit melakukan itu. Dia mencontohkan, di China masyarakatnya bahkan tidak diberi ruang atau keluluasaan menggunakan media sosial apalagi untuk kepentingan menyebarkan hoaks.
"Pemerintah harus mulai keras dan tegas untuk memerangi hoaks tersebut," imbuhnya.
Seminggu terakhir atau setelah Pilkada 9 Desember, informasi bohong bertebaran di media sosial. Organisasi pemerintah, Presiden Joko Widodo dan keluarga termasuk sasaran penyebar hoaks.
Misal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut sertifikasi halal kondom. MUI tegas membantah informasi tersebut. Foto dan video yang diklaim sebagai penembakan polisi kepada anggota Front Pembela Islam (FPI) juga bertebaran.(flo/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Natalia