jpnn.com - WASHINGTON - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat akan terus meninggalkan perang konvensional yang banyak melibatkan manusia, ke perang modern lewat pengerahan pesawat tak berawak atau drone.
Walau dinilai sebagai cara perang paling efektif, perang dengan drone memiliki kelemahan mendasar yakni mahalnya biaya produksi pesawat.
BACA JUGA: Ponsel Boeing Sasar Pemerintah dan Pebisnis
Namun tak lama lagi masalah ini diyakini segera teratasi dengan penggunaan printer 3D. Dengan kemampuan yang dimilikinya, teknik pencetakan secara 3D diharapkan mampu menggantikan produksi drone biasa yang perlu waktu cukup lama dan mahal.
Apalagi jika dibandingkan dengan pembuatan pesawat tempur atau angkut militer konvensional yang berlaku saat ini.
BACA JUGA: Boeing Bikin Ponsel Super Aman
Dalam laporan berjudul "Process Over Platforms–A Paradigm Shift in Acquisition Through Advanced Manufacturing" dikatakan, produksi drone murah nan cepat perlu dilakukan sebab perang masa depan tak lagi fokus pada pengerahan tentara di darat atau jet tempur versus jet tempur, tapi juga perang udara drone lawan drone.
Dengan kata lain, perang masa depan adalah perang obyek angkasa (drone) melawan obyek lain, tanpa perlu melihat besar kecilnya negara. Sepanjang memiliki dana besar untuk mengoperasikan puluhan atau bahkan ratusan "squadron" drone, negara tersebut bakal disegani.
BACA JUGA: Jutaan Pengguna Webcam Yahoo Jadi Sasaran Penyadapan
Tapi untuk sementara, kekuatan udara jenis ini baru bisa diwujudkan oleh Rusia, Tiongkok, Prancis, dan Inggris.
Sebagai perbandingan, untuk membuat satu unit pesawat tempur mutakhir F-4 Phantom II diperlukan waktu selama 14 bulan, sementara F-22 Raptor waktu pembuatannya lebih lama lagi yakni 41 bulan. Belum lagi harganya yang sangat mahal per unit F-4 Phantom II berharga USD 21,4 juta atau Rp 246 miliar (1 USD = Rp 11.500).
F-22 bahkan lebih mahal lagi USD 174,5 atau Rp 2 triliun, sebut sumber situs softpedia yang dikutip Sabtu (1/3). (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beli WhatsApp, Facebook Windows Messenger Dihentikan
Redaktur : Tim Redaksi