Asal-usul Macan Tutul Misterius

Kamis, 18 Oktober 2012 – 08:49 WIB
KUNINGAN - Geger macan tutul masuk kampung Kliwon, Desa Kalapa Gunung, Kecamatan Kramatmulya, masih menyisakan banyak tanya. Dari mana asal-usul satwa beristilah latin phantera pardus tersebut, kini masih misterius.

Belum ada seorang pun tahu, apakah macan tutul remaja berusia 3 tahun tersebut merupakan satwa peliharaan atau satwa liar nyasar dari Gunung Ciremai. “Macan itu jinak. Saya curiga itu satwa peliharaan,” ucap Ketua Perbakin Kuningan, Sadil Damini DJ seperti diberitakan Radar Cirebon (Grup JPNN).

Menurut dia, sifat satwa liar seperti macan tutul buas. Ketika berhadapan dengan manusia, macan tutul cenderung melawan. Ia pun menilai, tidak mungkin satwa liar masuk hingga perkotaan. “Banyak kampung yang dilalui. Tapi aneh kalau bisa aman sampai pemukiman padat penduduk. Curiga saya, itu macan peliharaan,” ujar Sadil.

Kemungkinan juga memang bisa diakibatkan oleh parahnya kebakaran hutan Gunung Ciremai. Macan tersebut tergiring kobaran api hingga keluar habitat, akhirnya nyasar ke perkampungan. “Kalau turun kampung biasanya kelaparan. Tapi kalau lapar kenapa tidak galak" Biasanya kan galak,” tukasnya.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Kuningan, Ir Dulhadi, memprediksi macan tutul tersebut dipelihara orang. Jika liar, dia memastikan sikapnya agresif. Tapi sebaliknya sikap macan tutul tersebut seolah jinak.

“Kalau macan turun ke kampung, biasanya hanya kita dengar informasinya saja. Misal, di kampung ini kambing hilang dengan sisa hanya ceceran darahnya, atau di kampung itu ayam warga sudah habis dibantai. Macan turun kampung biasanya karena lapar. Sesudah kenyang, macan itu pasti kembali ke habitat. Bukan malah tiba-tiba ada di kota. Tapi untuk memastikan, silakan ke dokter hewan,” terang Dulhadi.

Dokter Hewan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Hikmat Muin, juga belum bisa memastikan apakah macan tutul tersebut satwa alam atau satwa peliharaan. “Saya hanya melihat dari dosis biusan. Saat menyumpit, saya berikan dosis bius paling rendah. Ternyata dosis itu efektif, tidak mencelakai macan,” kata dia.

Lebih jauh, Kepala BBKSDA Jawa Barat, Rajendra, saat dikonfirmasi terkait perkembangan macan tutul masuk kampung tersebut menjelaskan, bahwa kini macan tutul itu tengah dalam rehabilitasi lembaga konservasi Leles, Garut. Lembaga ini ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan RI untuk melakukan rehabilitasi satwa liar yang dilindungi.“Kondisi macan saat ini sedang dipuasakan, atau dikarantina. Tentu sambil diawasi oleh dokter hewan,” terang Rajendra.

Kebiasaan macan tutul Jawa tersebut akan dianalisa. Terutama mengenai pakan. Dari pakan akan diketahui apakah satwa liar atau satwa peliharaan. Proses analisa membutuhkan waktu sampai satu bulan. Setelah itu, baru mulai dilepas di areal kandang yang lebih luas.

“Menebak liar atau tidak liarnya agak susah, sebab ujug-ujug ada di kota. Terus macan tutul itu tenang di kandang ayam, seolah-olah sembunyi. Pengalaman saya menangani satwa liar, kalau melihat manusia selalu berontak lalu membela diri. Saat siuman dari obat bius dalam kandang, memang sempat berontak, tapi kita belum bisa tahu bagaimana perilaku sebenarnya,” ujar Rajendra.

Terkait proses penyelidikan oleh kepolisian, Rajendra tidak mau mencampuri wilayah tersebut. Yang terpenting baginya adalah menyelamatkan satwa. “Macan tutul jenis itu, sifatnya buas. Dia hidup di Asia, terutama di Jawa. Bisa mungkin juga turun dari Gunung Ciremai, tapi luar biasa sekali bisa sampai ke kota,” ungkapnya.

Sementara, Peneliti Lembaga Karnivora Besar, Didik Raharyono, berharap instansi terkait terus menyelidiki penyebab macan tutul nyasar ke pemukiman warga. Menurut dia, penyelidikan ini sangat penting untuk kelestarian macan tutul di lereng Gunung Ciremai. "Dari hasil penelitian saya, di lereng Gunung Ciremai saat ini hanya tersisa 15 sampai 20 ekor macan tutul," ujar dia, kepada Radar.

Dijelaskan Didik, macan tutul termasuk karnivora yang hidup sendiri. Mereka tidak bisa hidup berkelompok karena cenderung saling memperebutkan kekuasaan. "Nah macan yang nyasar itu usianya baru dua tahun. Di usia ini, macan tutul biasanya saling berebut wilayah kekuasaan. Kalau memang benar berasal dari Gunung Ciremai, bisa jadi macan tutul tersebut sedang mencari wilayah kekuasaan baru dan tersasar ke pemukiman warga," jelasnya.

Kemungkinan, kata Didik, macan tutul tersebut menyusuri bantaran sungai, kemudian sampai di pemukiman warga. Tapi, kalau melihat sorot mata dan perilaku macan tutul tersebut, terlalu jinak untuk hewan karnivora. "Bisa jadi ini memang hewan peliharaan," ucap pria yang bersama wartawan koran ini pernah meneliti Harimau Jawa di Taman Nasional Merubetiri Jawa Timur, dan kawasan pegunungan Ciremai.

Hewan buas, lanjut Didik, cenderung berontak. Sementara macan tutul tersebut, malah memilih bersembunyi di gudang warga dalam kurun waktu cukup lama. Ini menjadi indikasi macan tutul tersebut adalah hewan peliharaan warga. “Kemungkinan dipelihara sejak kecil. Jadi agak jinak sama manusia,” katanya. (tat/yud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Lolos CPNS, Pelamar Mengadu ke Dewan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler