Asal Usul Perhiasan Istri Polisi Harus Dibeber

Senin, 06 Januari 2014 – 07:31 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Kepolisian diminta transparan mengusut kasus pencurian perhiasan yang dibawa Titi Yusnawati, istri Kepala Sub Direktorat III Dit Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Idha Endi Prasetyono.

Apalagi jumlah perhiasan yang hilang di bagasi Lion Air JT 715  yang terbang dari Bandar Udara Supadio, Kubu Raya, Kalimantan Barat ke Bandara Soekarna-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (3/1), itu masih simpang siur.

BACA JUGA: Miras Oplosan Renggut 14 Tewas

Karenanya, polisi diminta membeberkan jumlah barang bukti dan mengusut asal usul perhiasan supaya tidak menimbulkan kecurigaan publik.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan, jika melihat alur ceritanya bahwa perhiasan tersebut akan digunakan untuk acara perkawinan keluarga istri Idha di Bekasi, Jawa Barat, bisa saja itu milik atau warisan keluarga.

BACA JUGA: Mantan Polisi Nyabu Bareng Wanita dan Pelajar

Karenanya, kata Neta, perhiasan itu memang bisa saja digunakan atau dipinjam pakai untuk acara-acara keluarga.

Tapi, kata Neta, agar transparan dan publik tidak mencurigai asal muasal perhiasan, maka Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Kalbar Propam Mabes Polri perlu mengusut kasus ini.

BACA JUGA: Buruh Setubuhi Siswi SMP Hingga Hamil

Penulis buku "Jangan Bosan Mengkritik Polisi" itu melanjutkan, hasil pengusutan itu juga harus diumumkan kepada publik.

"(Seperti) berapa banyak perhiasan yang disita dari tersangka dan apa saja jenisnya, serta berapa nilainya," kata Neta, Minggu (5/1).

Ia mengatakan dengan adanya penjelasan ini,  publik tidak akan curiga lagi bahwa istri seorang perwira menengah kepolisian memiliki perhiasan yang  awalnya disebut-sebut miliaran rupiah.

Sebab, kata dia, sebelumnya dilaporkan harga pehiasan yang hilang itu mencapai miliaran rupiah, kemudian dijelaskan lagi bahwa nilainya hanya Rp 500 juta.

"Angka yang berubah-ubah ini tentu menimbulkan kecurigaan publik," ungkap Neta.

Ia pun menilai yang menarik dari kasus ini adalah selain nilainya yang berubah-berubah, cara kerja polisi yang dengan cepat memproses dan menciduk tersangkanya juga membuat publik bertanya-tanya.

"Kenapa giliran polisi yang jadi korban, polisi bisa begitu cepat bertindak? Sebaliknya, begitu banyak masyarakat yang kehilangan di bandara, hingga kini tidak jelas prosesnya," kata Neta.

Terlepas dari hal itu, lanjut Neta, sindikat atau mafia pengutil di bandara harus diungkap polisi. "Apakah melibatkan orang dalam (pihak penerbangan) atau hanya ulah pihak-pihak yang bekerja di bandara," ujarnya.

Logikanya, Neta melanjutkan, yang mengetahui adanya barang berharga di tas bagasi penumpang adalah petugas kontrol di x-ray.

Karenanya, kata Neta, polisi harus menelusuri apakah ada kerjasama antara petugas pengontrol dengan petugas bagasi di bandara.

"Kasus ini harus diungkap secara transparan dan para tersangkanya harus ditampilkan ke publik agar ada efek jera dari para pelaku," kata Neta.

Lebih jauh Neta mengatakan pihak bandara dan penerbangan juga harus bertanggungjawab agar para pengutil tidak terus beraksi membongkar tas bagasi para penumpang.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie mengatakan bahwa Polri sudah menyarankan untuk melakukan pengecekan harga kepada ahli perhiasan.

"Sudah disarankan untuk dicek harganya kepada ahli perhiasan sehingga sesuai dengan harga perhiasan yang sebenarnya," kata Ronny, Minggu (5/1).

Jenderal bintang dua ini mengatakan berdasarkan informasi yang diperolehnya,  perhiasan tersebut merupakan milik keluarga istri AKBP Idha Endi.

"Namun, dititipkan untuk dibawa ke Bekasi dalam rangka persiapan pernikahan adiknya istri AKBP tersebut," ungkapnya.

Ronny mengatakan istri Idha merupakan pengusaha perhiasan seperti dilakoni oleh keluarga Idha.

Ia mengungkapkan kalau ada hal mencurigakan tentu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah memonitor sirkulasi jual beli perhiasan tersebut.

Karena, lanjut Ronny, setiap perusahaan perhiasan ada kewajiban melaporkan investasinya ke PPATK. "Termasuk sirkulasi perbankan dalam bisnis perhiasan tersebut," jelas lulusan Akademi Kepolisian 1984, itu.

Dia juga mengatakan sampai saat ini tidak ada larangan bagi seorang Anggota Polri dan keluarga untuk berbisnis apa saja yang legal. "Sepanjang tidak berkaitan dengan kewenangan Anggota Polri tersebut," katanya.

Oleh karena itu, sambung Ronny, kalau kepemilikan perhiasan tersebut merupakan bagian dari kepemilikan keluarga atau hasil bisnis isteri Idha, maka tentu tidak ada hal yang mencurigakan.

Namun demikian, Ronny melanjutkan, Polda Kalbar telah berupaya untuk mengklarifikasi semua yang berkaitan dengan kepemilikan perhiasan tersebut. "Agar masyarakat yakin dengan penjelasan yang diberikan," kata bekas Kepala Kepolisian Resor Sidoarjo, Jawa Timur, ini.

Terkait maraknya kasus pencurian barang di bagasi, Ronny mengimbau pertama pihak maskapai harus bisa dipercaya para penumpang yang merelakan barangnya dimasukkan ke bagasi. "Sehingga dijamin tidak dibuka dan diambil isinya yang berharga," katanya.

Kedua, ia menambahkan, masyarakat yang kehilangan harus segera lapor hari itu juga,  sehingga Polri bisa membantu mengkoordinasikan dengan pihak maskapai untuk menemukan kembali barang yang hilang.

Ketiga, Ronny melanjutkan, maskapai juga harus bekerjasama untuk menemukan kembali barang yang hilang dengan cara memastikan dengan kontrol CCTV dan pengawasan para supervisi yang dipercaya.

"Jangan memberikan kesempatan kepada para karyawan yang suka melakukan pencurian dan memalukan perusahaan. (Ini) berkaitan dengan integritas dan kredibilitas perusahaan," kata Ronny.

Seperti diketahui Titi kehilangan perhiasan yang  disimpan di dalam koper dan ditaruh di bagasi saat terbang menggunakan Lion Air dari Supadio ke Soekarno-Hatta, Jumat (5/1).

Tuti sadar kehilangan perhiasan setelah tiba Soekarno-Hatta. Awalnya, Titi sempat menyebut telah kehilangan sejumlah perhiasan yang nilainya mencapai Rp19 miliar sampai Rp20 miliar.

Namun keterangan ini dibantah suaminya. Menurut AKBP Idha Endi seperti dikutip salah satu media online, perhiasan itu hanya berupa emas Rp 500 juta.

Tak butuh waktu lama, polisi berhasil meringkus tiga petugas angkut barang atau potter yang diduga sebagai pelaku pencurian. Ketiganya, Sopandi, Agung Suheri dan Pitriadi kini sudah ditahan di Polresta Pontianak. (Boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oknum PNS Nyonyor di Diskotik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler