Assad Nyatakan Perang, TV Pro-Pemerintah Diserang

Kamis, 28 Juni 2012 – 15:31 WIB

DAMASKUS - Krisis politik kian menyeret Syria lebih dalam ke pusaran konflik. Kelompok bersenjata kembali melancarkan serangan mematikan di ibu kota negeri di Tepi Laut Mediterania tersebut kemarin (27/6). Kali ini, giliran kantor media propemerintah yang menjadi sasaran.
 
Stasiun televisi Al-Ikhbariya yang berada di kawasan Al Drushah, pinggiran Damaskus, hancur akibat serangan itu. Sekelompok orang yang bersenjata sengaja meledakkan dua bangunan markas stasiun televisi yang terletak sekitar 20 kilometer selatan ibu kota tersebut. Serangan itu terjadi hanya terpaut beberapa jam setelah Presiden Bashar al-Assad menyatakan bahwa negaranya sudah berada dalam situasi perang.
 
"Kelompok teroris sengaja menyerang markas stasiun televisi Al-Ikhbariya, lantas meletakkan peledak di dalam beberapa ruang, dan meledakkannya secara bersamaan," ungkap Menteri Informasi Syria Omran al-Zohbi kemarin. Tapi, beberapa jam setelah serangan tersebut, Al-Ikhbariya tetap mengudara. Kerusakan akibat ledakan ditayangkan dalam siaran berita kemarin.
 
Selain memorakporandakan hampir semua studio siaran beserta seluruh peralatan di dalamnya, serangan kelompok bersenjata itu juga menimbulkan korban jiwa. Sedikitnya, tujuh orang tewas. "Ini merupakan serangan paling buruk terhadap media. Mereka membunuh beberapa reporter dan staf keamanan stasiun televisi tersebut," terang Zohbi.
 
Tidak hanya merusak properti milik Al-Ikhbariya dan menembaki reporter serta staf, kelompok bersenjata itu juga dilaporkan telah menculik beberapa karyawan saat beraksi. Namun, seorang karyawan berhasil menyelamatkan dan membebaskan diri dari penyerang sekaligus penculiknya.
 
Dia mengungkapkan bahwa para penyerang yang belum diketahui identitasnya itu melakukan penculikan sebelum melancarkan serangan. "Mereka memaksa kami masuk ke mobil dengan mata tertutup dan tangan terikat. Setelah meninggalkan kantor sekitar 200 meter, kami mendengar ledakan," kata pria yang merahasiakan namanya itu dalam wawancara telepon.

Saat di perjalanan itulah, dia berhasil melarikan diri dari tangan para penculik. Namun, sejumlah staf lain yang diculik bersama dia masih tersandera.
 
Para saksi mata melaporkan bahwa serangan itu terjadi sekitar pukul 04.00 dini hari kemarin. Kelompok bersenjata itu melancarkan aksi pertamanya di pos keamanan. Setelah melumpuhkan penjaga, penyerang yang belum diketahui jumlahnya itu melanjutkan aksi ke dalam kompleks stasiun televisi. Sedikitnya, lima bangunan runtuh dan seluruh perabotan kayu hangus terbakar.
 
Dalam jumpa pers kemarin, Zohbi menyatakan bahwa serangan itu merupakan salah satu bentuk pembantaian yang bertentangan dengan kebebasan pers. "Kelompok teroris di balik semua aksi ini," tudingnya merujuk pada kelompok oposisi bersenjata. Selama ini rezim Assad selalu menyebut kelompok oposisi bersenjata sebagai teroris.
 
Namun, oposisi membantah keras tuduhan rezim Assad. Mereka menegaskan bahwa oposisi tidak pernah menarget media kendati sering diberitakan negatif oleh Al-Ikhbariya. Selama ini, oposisi menilai media propemerintah sebagai kepanjangan tangan rezim Assad. Mereka juga mengatakan bahwa Syria tidak pernah memiliki kebebasan pers karena Assad lah yang mengendalikan semuanya.
 
Beberapa jam sebelum serangan itu, Assad menyatakan di hadapan kabinet Syria bahwa negerinya telah berada dalam situasi perang. Karena itu, putra mendiang Presiden Hafez al-Assad tersebut mengimbau para menteri kabinet untuk memerangi kelompok antirezim. Imbauan senada juga dia serukan kepada para pejabat pemerintah.
 
"Saat kita telah berada dalam situasi perang, seluruh kebijakan dan kemampuan yang ada harus dikerahkan demi mencapai kemenangan," tegas Assad seperti disiarkan kantor berita resmi pemerintah Syria, SANA, Selasa malam (26/6). Beberapa serangan sporadis langsung pecah di Kota Damaskus, setelah presiden menyebut Syria berada dalam situasi perang.
 
Sementara itu, PBB merilis hasil resmi investigasinya atas aksi kekerasan yang meningkat pesat selama beberapa pekan terakhir di Syria. Dalam pernyataan resmi, Komisi HAM PBB yang bermarkas di Jenewa, Swiss, menyebut bahwa situasi Syria terus memburuk pasca-gencatan senjata yang gagal pada April lalu. Bahkan, belakangan ini aksi kekerasan itu mulai mengarah pada konflik sektarian.
 
Tentang pembantaian lebih dari 100 warga sipil di Houla bulan lalu, PBB menyebut pasukan rezim Assad sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Karena itu, PBB akan membentuk komisi khusus untuk menyelidiki lebih lanjut insiden tersebut. Sabtu lusa (30/6) Dewan Keamanan (DK) PBB akan menggelar pertemuan khusus untuk membahas krisis Syria. AS dan Rusia juga dijadwalkan hadir.
 
"Kekerasan di Syria sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Enam langkah damai yang dirancang Kofi Annan sebagai utusan damai PBB dan Liga Arab tidak terlaksana dengan baik," sesal Jean-Marie Guehenno, wakil deputi PBB untuk Syria. Maka, lanjut dia, sudah saatnya masyarakat internasional beraksi. Apalagi, sampai kini konflik selama sekitar 16 bulan itu telah menewaskan lebih dari 15.500 jiwa. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Didakwa Korupsi, Menteri Industri Kecil India Mundur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler