SELAIN Juliet Hope, terdapat empat perempuan lain yang masuk nominasi penghargaan Inspirational Women of the Year versi Daily Mail. Kamis lalu (19/1), koran Inggris itu merilis kisah empat finalis yang bersama Hope menemui Samantha Cameron di Downing Street 10, London, kantor sekaligus kediaman Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron, tersebut.
Mereka adalah Julie Jones, Angela Lee, Kathy Coe, dan Joy O'Neill. Banyak kisah menarik mengenai mereka. Sebelum Juni tahun lalu, misalnya, Julie Jones hanya ibu rumah tangga biasa yang merawat tiga buah hatinya seorang diri. Ya, perempuan 45 tahun itu memang bertatus single parent.
Tetapi, semua berubah saat Caroline Atkin, sahabat Jones sejak kecil, meninggal dunia. "Saat kami berusia 11 tahun, kami memang saling berjanji untuk bersedia melakukan apapun untuk kebaikan satu sama lain," kisah Jones soal kehidupannya bersama Atkin.
Jones membuktikan janjinya itu pada pertengahan tahun lalu. Setelah Atkin mengembuskan napas terakhir karena tumor otak yang dideritanya, Jones langsung mengadopsi lima anak sahabat sejatinya tersebut.
Sebelum meninggal, Atkin sempat menitipkan kelima anaknya kepada Jones dan meminta agar dia bersedia membesarkan mereka seperti anaknya sendiri. "Saya langsung menyatakan bersedia," ujar Jones.
Perempuan yang bekerja sebagai karyawan administrasi tersebut mengusung lima anak Atkin ke rumahnya yang sederhana di wilayah Huntingdon, Cambridgeshire. Dengan penghasilan per tahun sekitar GBP 18.000 (sekitar Rp 250 juta), kini dia menjadi single parent untuk delapan anak.
Sejak pertengahan tahun lalu, Jones tak hanya merawat Adam, 20; Peter, 19; dan Christian, 14. Dia juga merawat lima anak Atkin. Yakni, Michael, 11; Kieran, 10; James, 9; Emma, 7; dan Chantelle, 5. "Saya mendirikan tenda di halaman. Secara bergantian, anak-anak menginap di tenda karena rumah kami tak cukup," tutur Jones.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas tidur di kemah itu justru menjadi permainan yang mengasyikan. Lambat laun, lima anak Atkin yang lebih dulu kehilangan ayah mereka karena perdarahan otak itu mulai terbiasa hidup bersama Jones.
"Mereka terus-menerus mengatakan kepada saya, "Julie, kau membuat kami bahagia." Padahal, sebenarnya merekalah yang membuat saya gembira," ungkapnya.
Berbeda dengan Jones yang melimpahkan cinta sebagai ibu kepada anak-anak sahabatnya, Lee meluangkan justru waktunya untuk menolong orang-orang yang tak dia kenal. Perempuan 54 tahun itu mendirikan Bicycle Helmet Initiative Trust pada 1998 dan membagikan helm sepeda secara gratis kepada anak-anak.
Semua bermula dari pengalamannya ketika menolong Phillip yang terjatuh dari sepeda. Saat itu, Lee yang bekerja sebagai perawat di bagian anak-anak menyaksikan remaja 14 tahun tersebut terbaring lemah di tempat tidur.
Selama empat bulan keluarga Phillip hanya bisa menangis. "Phillip mengalami trauma pada kepala setelah jatuh dari sepeda. Saat itu, dia tidak memakai helm," kenangnya.
Tak ingin kejadian yang sama terulang pada remaja lain, dia lantas menggagas pembagian helm gratis. Sasarannya adalah anak-anak dan remaja yang gemar bersepeda.
"Tak mudah menyadarkan mereka agar selalu mengenakan helm saat bersepeda di jalanan. Rata-rata, mereka menganggap helm sebagai penutup kepala yang tidak keren. Itu juga yang dikatakan kakak Phillip meski adiknya sudah menjadi korban," kata Lee prihatin.
Karena itu, dia lantas bekerja sama dengan sekolah-sekolah. Sejak 1998, yayasan Lee sudah membagikan sedikitnya 12.000 helm untuk anak-anak di seantero Inggris. Hingga kini sekitar 22.000 sekolah juga telah menerima sekitar 44.000 paket informasi soal keselamatan bersepeda.
Dia juga bekerja sama dengan Departemen Perhubungan untuk menyosialisasikan programnya. "Saya tidak bisa berhenti. Helm sepeda adalah pengaman yang utama," tuturnya.
Berbeda dengan Jones dan Lee, Coe punya kisah yang tak kalah inspiratif. Dia mendirikan Pathway Project pada 1991 sebagai pusat bantuan untuk para ibu yang mengalami kekerasan di rumah, baik kekerasan yang dilakukan oleh orang asing atau pasangan (suami) mereka. Berkali-kali Coe terpaksa meninggalkan rumah pada tengah malam hanya untuk menyelamatkan kaumnya dari penderitaan.
Untuk mendukung proyeknya, ibu tiga anak itu memiliki tiga tempat penampungan. Masing-masing bisa dihuni oleh 25 perempuan dan anak-anak.
Pada 2009, Coe mendirikan fasilitas baru untuk menjangkau lebih banyak perempuan yang teraniaya. "Setiap tahun kami memberikan bantuan kepada sekitar 1.700 perempuan," kata perempuan 59 tahun itu.
Tak hanya perempuan, Coe memberikan perlindungan pula kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan orang tua mereka. Tahun lalu, ada sekitar 1.200 anak yang melarikan diri dari rumah mereka dan memilih tinggal di tempat penampungan yang dia dirikan.
"Saya tahu persis bagaimana rasanya hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Saya sendiri pernah hidup bersama suami temperamental," ceritanya.
Kisah O'Neill berbeda lagi. Perempuan 41 tahun yang bersuamikan personel militer itu mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan. Sebagai seorang guru, dia tahu persis bahwa anak-anak personel militer kelas bawah tak pernah mendapat pendidikan secara layak. Sebab, mereka harus sering pindah tempat mengikuti lokasi tugas orang tuanya.
Karena itu, O'eill lantas mendirikan Service Children's Support Network untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak yang sering pindah tempat. Lewat jaringannya, dia memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk belajar bersama kelompok mereka di lokasi tugas sang ayah.
Selain mengajar langsung, dia juga mendirikan situs dan mencetak newsletter serta panduan bagi orang tua. "Saya sedang mengajar di sekolah ketika sadar bahwa anak-anak tentara di negeri ini tidak bisa belajar dengan maksimal karena terus-menerus berpindah tempat," beber penduduk Aylesbury, Bucks, tersebut.
Saat kali pertama diluncurkan, yayasan O’Neill hanya beranggota 30 orang. Tetapi, kini anggotanya sudah mencapai 3.000 orang dan tersebar di seluruh dunia. (dailymail/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiongkok Buka Jasa Bodyguard Perempuan
Redaktur : Tim Redaksi