JAKARTA - Industri asuransi saat ini tengah disorot. Sebab, hingga kini belum semua siap mengimplementasikan bakal regulasi baru terkait dengan multiple license atau izin berjenjang yang tengah digodok Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lantaran itu, perseroan yang bermodal cekak diharapkan segera meningkatkan kekuatan modal dengan melakukan aksi korporasi seperti merger atau penggabungan.
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengakui saat ini OJK tidak tanggung-tanggung dalam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan asuransi yang dinilai bisa mengusik kesehatan sistem finansial. Misalnya, hingga Juni ini, OJK telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Nusantara (AJN) dan PT Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ Life). Keduanya masuk dalam kategori pembekuan kegiatan usaha (PKU).
Sebagaimana diketahui, PKU terhadap BAJ didasari risk based capital (RBC) yang sudah berada di titik negatif. Padahal, berdasar ketentuan, RBC perusahaan asuransi yang normal berada di posisi minimum 120 persen. ""Karena itu, sebaiknya perusahaan asuransi yang kecil tersebut merger atau memilih skema joint venture. Dengan demikian, ini menjadi peluang bagi perusahaan asuransi untuk membeli,"" jelasnya.
Kendati demikian, dia menerangkan, perusahaan yang telah dikenai PKU tetap wajib menyelesaikan kewajibannya kepada pemegang polis.
Sementara itu, anggota Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani sebelumnya mengungkapkan, kini OJK sebenarnya lebih memperhitungkan pengawasan industri asuransi secara berimbang. Artinya, selain mendukung pertumbuhan industri, pengawasan OJK mengedepankan perlindungan konsumen. Karena itu, pihaknya saat ini tengah mengevaluasi pencabutan izin perusahaan asuransi yang tidak memenuhi modal minimum.
Tercatat, saat ini sekitar 10 perusahaan asuransi belum memenuhi ketentuan modal minimum Rp 70 miliar. ""Kami akan maksimalkan kewenangan OJK untuk memindahkan portofolio asuransi yang insolvent dan mendorong perseroan untuk merger guna perlindungan nasabah,"" terangnya.
Dia pun menyebutkan beberapa skenario yang bisa diterapkan. Misalnya, perusahaan yang belum mampu memenuhi modal namun berkondisi sehat hanya diperbolehkan menutup risiko dari produk yang sederhana seperti personal accident, asuransi rumah tinggal, dan asuransi kendaraan. Selanjutnya, mereka tidak lagi diperbolehkan menutup risiko yang bersifat korporasi atau kumpulan.
Namun, bagi perusahaan yang insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban) yang dianggap berpotensi mengganggu pasar dan tidak mampu menambah modal atau mencari investor baru, izin usahanya akan tetap dicabut. Berikutnya, OJK mempersilakan perusahaan asuransi yang tidak mampu memenuhi modal Rp 70 miliar untuk mengonversi perusahaannya menjadi asuransi syariah. (gal/c5/sof)
Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengakui saat ini OJK tidak tanggung-tanggung dalam menjatuhkan sanksi kepada perusahaan asuransi yang dinilai bisa mengusik kesehatan sistem finansial. Misalnya, hingga Juni ini, OJK telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Nusantara (AJN) dan PT Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ Life). Keduanya masuk dalam kategori pembekuan kegiatan usaha (PKU).
Sebagaimana diketahui, PKU terhadap BAJ didasari risk based capital (RBC) yang sudah berada di titik negatif. Padahal, berdasar ketentuan, RBC perusahaan asuransi yang normal berada di posisi minimum 120 persen. ""Karena itu, sebaiknya perusahaan asuransi yang kecil tersebut merger atau memilih skema joint venture. Dengan demikian, ini menjadi peluang bagi perusahaan asuransi untuk membeli,"" jelasnya.
Kendati demikian, dia menerangkan, perusahaan yang telah dikenai PKU tetap wajib menyelesaikan kewajibannya kepada pemegang polis.
Sementara itu, anggota Dewan Komisioner OJK Firdaus Djaelani sebelumnya mengungkapkan, kini OJK sebenarnya lebih memperhitungkan pengawasan industri asuransi secara berimbang. Artinya, selain mendukung pertumbuhan industri, pengawasan OJK mengedepankan perlindungan konsumen. Karena itu, pihaknya saat ini tengah mengevaluasi pencabutan izin perusahaan asuransi yang tidak memenuhi modal minimum.
Tercatat, saat ini sekitar 10 perusahaan asuransi belum memenuhi ketentuan modal minimum Rp 70 miliar. ""Kami akan maksimalkan kewenangan OJK untuk memindahkan portofolio asuransi yang insolvent dan mendorong perseroan untuk merger guna perlindungan nasabah,"" terangnya.
Dia pun menyebutkan beberapa skenario yang bisa diterapkan. Misalnya, perusahaan yang belum mampu memenuhi modal namun berkondisi sehat hanya diperbolehkan menutup risiko dari produk yang sederhana seperti personal accident, asuransi rumah tinggal, dan asuransi kendaraan. Selanjutnya, mereka tidak lagi diperbolehkan menutup risiko yang bersifat korporasi atau kumpulan.
Namun, bagi perusahaan yang insolvent (tidak mampu memenuhi kewajiban) yang dianggap berpotensi mengganggu pasar dan tidak mampu menambah modal atau mencari investor baru, izin usahanya akan tetap dicabut. Berikutnya, OJK mempersilakan perusahaan asuransi yang tidak mampu memenuhi modal Rp 70 miliar untuk mengonversi perusahaannya menjadi asuransi syariah. (gal/c5/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Garuda Buka Lagi Rute Jakarta-Perth
Redaktur : Tim Redaksi