jpnn.com, JAKARTA - Salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan atau menciptakan keadilan (ekonomi) adalah dengan melakukan affirmative action.
Namun, affirmative action ini dilakukan untuk semua golongan marjinal tanpa melihat dari ras maupun agama.
BACA JUGA: Jumpa Dubes Kamboja, Ketua MPR Banggakan Pancasila
Seandainya affirmative action dengan mempertimbangkan ras dan agama, maka bisa menyobek persatuan.
Hal ini bisa Yudi Latif, Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, dalam Simposium Nasional “Pembangunan Negara Kesejahteraan Pancasila Visi 2045” di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (13/12).
BACA JUGA: Zulkifli Hasan: Jangan Sampai Pembangunan Terpusat di Jawa
Simposium yang diikuti ratusan peserta ini merupakan kerjasama MPR dengan Persatuan Guru Besar (Profesor) Indonesia.
“Kita jangan meniru cara Malaysia,” kata Yudi Latif.
BACA JUGA: Zulkifli: Generasi Muda Harus Jadi Tuan di Negeri Sendiri
Di Malaysia selama bertahun-tahun terjadi kesenjangan antara kaum China dan masyarakat Melayu.
Untuk mengatasi kesenjangan itu, pemerintah Malaysia melakukan kebijakan yang memberi perlakuan khusus pada bumiputera.
Dengan kebijakan itu diharapkan terjadi keseimbangan antara China dan masyarakat Melayu.
Harapannya, dengan tidak adanya kesenjangan maka bisa tercapai integrasi sosial di Malaysia.
“Tapi apa yang terjadi? Hasilnya memang kesenjangan antara China dan Melayu di Malaysia bisa dipersempit. Tetapi integrasi sosial tidak terjadi. Malah antara China dan Melayu semakin jauh,” kata Yudi.
Karena itu Yudi menegaskan bahwa keadilan memang harus diperjuangkan tapi bukan dengan memprioritaskan ras atau agama.
“Siapa pun kelompok marjinal, tanpa melihat ras dan agama, harus mendapat perhatian dari negara,” ujarnya.
“Itulah Pancasila,” katanya lagi.
Menurut Yudi, bila kebijakan menciptakan keadilan yang dilakukan negara (affirmative action) mengutamakan ras atau agama tertentu maka bisa meyobek persatuan. Keadilan dan persatuan tidak bisa dipisahkan.
“Tidak ada keadilan tanpa persatuan dan tidak ada persatuan tanpa keadilan,” tuturnya.
Visi Indonesia ke depan, lanjut Yudi Latif, adalah mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mewujudkan visi itu diperlukan transformasi sosial berbasis Pancasila.
“Ini sama seperti Trisakti dari Bung Karno, yaitu mandiri atau berdikari di bidang ekonomi, berdaulat dalam politik, dan berkepribadian secara sosial budaya,” ucap Yudi.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Romo Mudji: Kemajemukan Indonesia jadi Daya Hidup Bangsa
Redaktur & Reporter : Natalia