Aturan Pembatasan BBM Dinilai Tidak Jelas

Selasa, 15 Januari 2013 – 11:20 WIB
PADANG--Pemprov Sumbar masih belum menyikapi kebijakan Peraturan Menteri Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Permen ESDM tersebut mewajibkan mulai 1 Februari nanti seluruh mobil dinas (mobdin) tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.

Pemprov belum menyikapi kebijakan itu, dengan alasan belum adanya rapat gabungan terkait penerapan kebijakan itu. Di dalam peraturan yang diteken Menteri ESDM Jero Wacik 2 Januari 2013 itu, pembatasan BBM jenis bensin tidak berlaku untuk kendaran dinas ambulans, mobil jenazah, pemadam kebakaran dan pengangkut sampah.

Kepala Dinas ESDM Sumbar Marzuki Mahdi mengaku, mengetahui Permen ESDM tersebut dari internet. "Ketika ditanya wartawan soal itu, kami tentunya akan tetap komit melaksanakan apa yang telah diinstruksikan pemerintah pusat. Cuma saja, sampai kini belum ada rapat gabungan membahas soal itu. Mungkin dalam waktu dekat pertemuan dilakukan," ujar Marzuki Mahdi kepada Padang Ekspres (grup JPNN).

Ia mengungkapkan, banyak kebijakan pusat yang membuat daerah kesulitan dalam menerapkannya. Misalnya saja, kebijakan larangan menggunakan kendaraan pengangkut hasil pertambangan dan perkebunan menggunakan BBM bersubsidi yang diberlakukan sejak 1 September 2012.

Pemerintah berjanji akan mengirimkan petunjuk teknis dan stiker guna melakukan pengawasan kebijakan tersebut. Namun, saat kebijakan itu tengah berjalan, BPH Migas dibubarkan. Dampaknya, kebijakan yang telah dibuat tidak dapat dilakukan pengawasan.

"Itu terkadang persoalan dilematis yang  kami hadapi dalam pelaksanaan kebijakan pusat di dearah. Sampai hari ini, kebijakan tersebut tak ada regulasi yang lebih jelas. Sehingga pengawasan terhadap kebijakan pusat tersebut tidak dapat dilaksanakan," ucapnya.

Kini, persoalan tersebut kembali terulang. Permen ESDM keluar setelah APBD Sumbar 2013 ditetapkan. Padahal pelaksanaan kebijakan itu sangat terkait erat dengan pengalokasian anggaran BBM di masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

"Ini tak bisa diputuskan Dinas ESDM Sumbar semata. Ini butuh koordinasi dengan instansi terkait dan perlu pembicaraan dengan DPRD dulu. Karena ini menyangkut anggaran," jelasnya.

Terpisah, Sekprov Sumbar Ali Asmar mengatakan pemprov tetap komit melaksanakan kebijakan pemerintah soal larangan mobdin menggunakan BBM bersubsidi. Hanya saja, pemprov perlu melakukan kajian lebih matang terlebih dahulu menindaklanjutinya. Jika BBM kendaraan dinas  diganti dari premium menjadi pertamax, maka biaya BBM yang dikeluarkan pemerintah daerah akan membengkak.

"Untuk mengatasi hal itu, perlu ada regulasi yang mengaturnya. Apalagi APBD Sumbar sudah ketok palu. Sejauh ini kebijakan yang baru dapat dilakukan pemprov adalah dengan efisiensi anggaran perjalan dinas," ucapnya.

Ali menjelaskan, efisien perjalanan dinas dimaksud adalah apabila ada kegiatan dinas pada waktu yang berdekatan, maka dilakukan pada saat yang sama. Misalnya, jika ada kunjungan kerja ke Padangpanjang dan besoknya juga ada kunjungan kerja ke Tanahdatar dan Payakumbuh,maka kegiatan perjalanan dinas itu dilakukan pada hari yang sama, bukan pada hari yang berbeda.

"Ini kan salah satu bentuk penghematan juga yang dapat dilakukan. Pimpinan SKPD juga harus melakukan seleksi terhadap kegiatan perjalan dinas bawahannya. Ini tentu saja tak hanya berlaku untuk bawahannya saja. Namun kepala SKPD juga harus melakukan hal yang serupa," ucapnya.

Sebelumnya, Kepala  Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Sumbar , Zainuddin mengatakan setiap  tahunnya alokasi anggaran untuk BBM di lingkungan pemprov sekitar Rp5-8 miliar. Jika digabungkan  dengan biaya  perawatan dan  pembelian oli, totalnya berjumlah  Rp10 miliar.

Dengan adanya  instruksi  dari  pusat  yang melakukan pelarangan kendaraan dinas menggunakan BBM bersubsidi, maka pemprov harus  bisa mensiasatinya. 
"Kalau  kita  paksakan  tentu suatu hal yang mustahil juga dengan anggaran yang  tersedia saat  ini  untuk  menggunakan  pertamax. Makanya, langkah  yang kami lakukan adalah mengefisienkan  kendaraan dinas  yang beroperasi. Tapi kalau  untuk kota dan kabupaten, bagaimana pola  yang akan mereka  pilih  diserahkan mekanismenya  kepada masing- masing daerah," ujarnya.  (ayu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pajak 1.000 Perusahaan Besar Anjlok Rp 53 T

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler