jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara 40 P/HUM/2022 yang membatalkan aturan sewa slot multipleksing berdampak serius bagi kelangsungan usaha penyiaran jika analog switch off (ASO) tetap dipaksakan.
Kuasa Hukum Lombok TV Gede Aditya Pratama mengatakan putusan MA tersebut mengakibatkan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang bukan penyelenggara multipleksing tidak bisa bersiaran secara digital dengan cara menyewa slot multipleksing.
BACA JUGA: Penghentian Siaran TV Analog Tahap I Akan Dilakukan Besok, Dimulai dari 3 Wilayah Ini
Lombok TV sendiri adalah Pemohon Uji Materiil Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2021 Tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran.
Salinan putusan MA yang membatalkan Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 berbunyi “LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing” dapat diakses oleh masyarakat di situs MA sejak 21 Oktober 2022.
BACA JUGA: Penghentian Siaran TV Analog Untuk Jabodetabek Diundur
“Dampak dari putusan MA ini adalah Lembaga Penyiaran sudah tidak dapat lagi bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing, dan sebaliknya penyelenggara multipleksing tidak dapat lagi menyewakan slot multipleksing,” ucap Gede dalam jumpa pers di Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (26/10).
Artinya, TV analog lainnya bisa bersiaran berdasarkan Pasal 20 UU Penyiaran yang mengatur bahwa satu saluran hanya dapat digunakan untuk satu siaran. Namun, hal ini bisa menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum.
BACA JUGA: Siap-siap, Siaran TV Analog Segera Beralih ke Siaran Digital, Catat Tanggalnya
Sedangkan, LPS digital dapat dikategorikan melakukan penyiaran ilegal apabila tetap bersiaran dengan menyewa slot multipleksing.
Gede mengingatkan pemerintah agar memperhatikan putusan MA karena akan berdampak serius bila pemerintah tetap memberlakukan ASO.
“Kami menyayangkan pemerintah yang mengabaikan putusan MA dan tetap memaksakan ASO di 2 November 2022 tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kelangsungan hidup TV yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing,” jelasnya.
Diketahui, untuk wilayah layanan Jabodetabek, Penyelenggara Multipleksingnya hanya terdiri dari BSTV, Trans TV, Metro TV, SCTV, tvOne, RCTI, dan RTV.
Dengan demikian, pasca 2 November 2022, hanya ketujuh stasiun televisi tersebut yang dapat bersiaran di wilayah Jabodetabek menggunakan slot multipleksingnya sendiri.
Akibatnya, lembaga penyiaran lainnya harus berhenti bersiaran. Tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Di tempat yang sama, Direktur Lombok TV Yogi Hadi Ismanto menuturkan sudah seharusnya pemerintah mematuhi putusan MA tersebut.
Dia berharap ke depannya ada perlindungan bagi kelangsungan industri penyiaran termasuk kelangsungan usaha televisi lokal.
“Aturan penyelenggaraan multipleksing ke depannya diharapkan memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat lagi bersiaran pasca ASO,” tutur Yogi. (mcr4/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi