Pemerintah Australia sedang menghadapi tekanan untuk menerapkan sanksi baru terhadap para jenderal Myanmar menyusul kudeta yang terjadi hari Senin (1/2/2021). Human Rights Watch menyerukanAustralia menerapkan sanksi kepada pemimpin kudeta Min Aung Hlaing Mereka juga minta agar Australia menghentikan kerjasama militer dengan Myanmar Menteri Perdagangan Australia mengatakan masih terlalu pagi untuk menerapkan saksi tambahan

 

BACA JUGA: Kudeta Sukses, Militer Myanmar Tutup Semua Akses Transportasi Udara

Militer mengambil kekuasaan setelah mereka menahan para pemimpin sipil tertinggi di negara tersebut, termasuk Aung San Suu Kyi, pemimpin Liga Nasional Bagi Demokrasi (NLD) yang baru saja memenangkan pemilu bulan November lalu.

Belasan negara sudah mengecam tindakan tersebut, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang mengancam akan kembali menerapkan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar dan menyerukan adanya suara bersama dari dunia internasional guna menekan militer melepaskan kekuasaan.

BACA JUGA: Kudeta Myanmar: Begini Kondisi Terkini Aung San Suu Kyi

Dewan Keamanan PBB juga mengumumkan akan mengadakan pertemuan darurat secara virtual hari Selasa untuk membicarakan kudeta.

Kelompok pegiat bernama Justice For Myanmar menyerukan kepada negara-negara untuk "segera menerapkan sanksi terhadap militer Myanmar, para pemimpinnya dan para mitra bisnis mereka."

BACA JUGA: Lapangan Kerja di Sektor Tambang Australia Booming, Lowongan Apa yang Dicari?

"Kudeta militer menunjukkan kegagalan sistemik yang dilakukan masyarakat internasional terkait Myanmar dengan melakukan normalisasi terhadap militer Myanmar dan bisnis yang mereka jalankan, meski kenyataannya mereka melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata grup tersebut. Photo: Aung San Suu Kyi ditangkap dalam penggerebakan, Senin kemarin (1/02). (Reuters: Soe Zeya Tun)

 

Seruan tersebut juga digemakan di Australia oleh mereka yang meminta Pemerintah Federal untuk menghentikan program kerjasama militer dengan Myanmar dan memperluas sanksi terhadap para jenderal.

Australia sudah menerapkan sanksi dan larangan bepergian terhadap lima jenderal Myanmar yang dituduh memimpin gerakan terencana mengusir kelompok minoritas Rohingnya di tahun 2017.

Tetapi Manny Maung dari Human Rights Watch mengatakan Australia harus memperluas sanksi termasuk kepada pemimpin kudeta Min Aung Hlaing.

"Dia adalah kepala militer, panglima angkatan bersenjata, dia harus menjadi orang yang menjadi sasaran sanksi oleh Australia," katanya kepada ABC.

"Dengan tidak melakukan sanksi terhadapnya, kita seperti memberi lampu hijau kepada Myanmar dan militernya bahwa mereka bisa melakukan apa saja tanpa adanya akuntabilitas terhadap tindakan mereka." Photo: Human Rights Watch juga meminta agar ada sanksi yang diberikan kepada Min Aung Hlaing, salah satu pimpinan kudeta. (Reuters: Soe Zeya Tun)

  Reaksi dari Pemerintah Indonesia dan ASEAN

Dalam pernyataannya Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan Indonesia "sangat prihatin" atas apa yang terjadi di Myanmar.

"Indonesia mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari jalan keluar," tulis Kemenlu dalam pernyataan online.

Kemenlu mengatakan hal ini sebagai upaya agar "situasi tidak semakin memburuk".

Sementara itu ASEAN mengatakan akan terus melihat perkembangan politik terkahir di Myanmar, sambil mengingatkan negara-negara anggotanya soal Piagam ASEAN.

"Kami mengingatkan tujuan dan prinsip yang tertuang dalam Piagam Asean, termasuk kepatuhan pada prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum dan pemerintahan yang baik, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan secara fundamental," demikian dikutip dari situs resmi Asean.

ASEAN yang kini diketuai oleh negara Brunei Darrussalam juga meminta agar adanya perbincangan dengan semua pihak dan rekonsiliasi untuk bisa menormalkan situasi.

"Kami tegaskan bahwa stabilitas politik di negara-negara anggota ASEAN sangat penting untuk mencapai kedamaian, kestabilan, dan kesejahteraan komunitas ASEAN." Australia pantau dengan 'serius' tapi belum ambil tindakan

Menurut dokumen yang ada, Australia sudah terlibat dalam 'program dengan Myanmar dengan fokus pada bantuan kemanusiaaan, pelatihan penjaga perdamaian, latihan berbahasa Inggris, dan pendidikan serta profesionalitas perwira."

Manny dari Human Rights Watch mengatakan program ini seharusnya dihentikan segera karena militer mengambil kekuasaan secara tidak sah.

"Kita tidak bisa memiliki hubungan dengan Myanmar, dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa." katanya. Photo: Presiden Amerika Serikat, Joe Biden agar tanggapan internasional dengan apa yang terjadi di Myanmar. (Reuters)

 

Pemerintah Australia sudah menyampaikan keprihatinan mengenai kudeta militer dan menyerukan para pemimpin militer dibebaskan segera.

Kemarin, Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne mengatakan Australia memantau perkembangan situasi dengan serius.

Tetapi Menteri Perdagangan Australia, Dan Tehan mengatakan masih terlalu dini bagi pemerintah untuk memutuskan sanksi tambahan.

"Sekarang di tahap ini pemerintah belum mempertimbangkannya," katanya.

"Salah satu hal yang harus dilakukan adalah mempertimbangkan dengan saksama atas apa yang bisa dilakukan menghadapi situasi seperti ini."

"Jadi apa yang harus kita lakukan adalah berhenti, melihat apa yang terjadi, dan setelah kita mendapat seluruh informasi yang ada, baru kita buat tindakan lanjutan."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan disadur dari artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenang, Indonesia tak Seperti Myanmar, Tidak Ada Tradisi Kudeta Militer

Berita Terkait