Victoria dengan ibukota Melbourne saat ini adalah satu-satunya negara bagian di Australia yang mengumpulkan data mengenai latar belakang etnik warga mereka yang divaksinasi.
Maret lalu, pejabat pemerintah federal mengatakan kepada ABC, pihaknya meminta data bahasa yang digunakan dan negara kelahiran dari warga yang mendaftar vaksinasi atau positif COVID-19.
BACA JUGA: Petani Gandum Australia Desak Pemerintah Agar Berikan Pengecualian Bagi Tenaga Kerja Asing
Data lain yang dikumpulkan adalah usia, jenis kelamin dan apakah mereka keturunan Aborigin atau berasal dari Kepulauan Selat Torres.
Namun menurut penelusuran ABC, sejauh ini baru Victoria yang memiliki data etinisitas warga yang mendapatkan vaksin COVID-19.
BACA JUGA: Gubernur Anies Baswedan Operasikan 16 Unit Mobil Vaksinasi Keliling
"Data demografi, termasuk latar belakang etnis, negara kelahiran, bahasa yang digunakan membantu kami mengidentifikasi pola perilaku warga yang menjalani vaksinasi di hub negara bagian," kata juru bicara Departemen Kesehatan Victoria kepada ABC.
"Ini membantu kita memahami siapa yang datang ke pusat vaksinasi, apa keperluan khusus mereka dan kelompok mana lagi yang perlu dianjurkan untuk mendapat vaksinasi."
BACA JUGA: Jelang FIBA Asia Cup 2021, Menpora Minta Semua Peserta Sudah Disuntik Vaksin Covid-19
Jaya Dantas, profesor bidang Kesehatan Penduduk di Curtin University, Perth, Australia Barat mengatakan data etnis warga akan memberikan informasi yang jauh berbeda dari sekadar informasi bahasa yang digunakan atau asal kelahiran seseorang.
"Dalam satu negara kelahiran, ada beberapa etnis yang berbeda. Misalnya di Malaysia, ada warga Tiongkok Malaysia, Melayu, atau India," katanya.
Data negara kelahiran juga tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai migran generasi kedua atau ketiga yang lahir di Australia.
"Penting sekali memiliki data etnis karena kita bisa mengidentifikasi apakah ada masalah keraguan mendapatkan vaksin COVID, namun juga penting dalam aspek lain, yaitu masalah kesehatan," kata Professor Dantas.
Di Kanada, misalnya, pihak berwenang menemukan bahwa jumlah warga etnis Punjabi yang menjalankan tes COVID, dari India atau Pakistan, lebih kecil dan tingkat kematian di kalangan mereka lebih tinggi dari populasi pada umumnya.
Menurut Profesor Dantas, dengan informasi seperti ini pihak berwenang bisa menerapkan kebijakan khusus dengan sasaran etnis tertentu. Beberapa negara bagian tidak memiliki data sama sekali
Di luar negara bagian Victoria, pengumpulan data berkaitan dengan keberagaman warganya berbeda-beda tingkatnya.
Negara bagian New South Wales, ACT (Canberra), Queensland, dan Australia Selatan mengumpulkan informasi mengenai negeri kelahiran dan bahasa utama yang digunakan di rumah.
Data mengenai komunitas Aborigin dan warga Kepulauan Selat Torres dikumpulkan oleh semua negara bagian.
Namun negara bagian Wilayah Australia Utara, Australia Barat, dan Tasmania tidak mengumpulkan data mengenai latar belakang budaya warga sama sekali.
Juga tidak jelas lembaga mana saja yang bertanggung jawab dalam pengumpulan data.
Departemen Kesehatan di tingkat federal mengatakan kepada ABC bahwa mereka mengumpulkan data mengenai negeri asal kelahiran dan bahasa utama yang digunakan di rumah.
Sementara itu, Departemen Kesehatan Australia Barat mengatakan bahwa lembaga pemerintah federal bernama Pusat Pencatatan Imunisasi Australia bertanggung jawab dalam pengumpulan informasi.
Namun, Departemen Kesehatan Australia Selatan mengatakan sebaliknya.
"Saat ini tidak ada informasi di Sistem Pencatatan Imunisasi Australia, basis data vaksinasi Federal yang digunakan untuk mengumpulkan data itu," kata juru bicara Departemen Kesehatan Australia Selatan kepada ABC.
Dan Departemen Kesehatan Federal mengatakan data seperti itu "pada umumnya adalah tanggung jawab negara bagian".
"Ini adalah bagian dari masalahnya, bahwa kita tidak memliki kebijakan pengumpulan data secara nasional mengenai komunitas multibudaya," kata Mohammad Al-Khafaji, CEO Federasi Dewan Komunitas Etnis Australia (FECCA).
"Bila kita tahu ada komunitas tertentu di Australia yang ragu menjalani vaksinasi atau dites, maka kita bisa fokus mendukung komunitas tersebut."
Selama pandemi, data dari negara dengan banyak warga etnis seperti Inggris, Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan adanya pola dimana komunitas etnis lebih banyak terkena COVID-19. Tingkat kematian mereka juga lebih tinggi dibandingkan rata-rata penduduk.
Data dari Inggris dan Amerika Serikat juga menunjukkan tingkat vaksinasi yang berbeda di kalangan kelompok etnis.
"Di Australia belum ada penyebaran kasus yang luas di kalangan komunitas, seperti yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat," kata juru bicara Departemen Kesehatan dalam pernyataannya pada ABC.
"Kasus dan kematian terlalu besar dalam komunitas etnis di Australia belum ada."
Namun, penularan komunitas yang beberapa kali terjadi di Australia, sehingga 'lockdown' ketat harus diberlakukan di rumah susun milik pemerintah di Melbourne tahun lalu, telah berdampak bagi komunitas etnis.
"Kita sama sekali tidak memiliki data terpusat yang bisa dipercaya," kata Fethi Mansouri, Direktur Institut Kewarganegaraan dan Globalisasi di Alfred Deakin.
Para pakar dan pegiat etnis mengatakan pengumpulan data mengenai kelompok masyarakat multietnis sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan program vaksinasi di Australia.
"Penting untuk menemukan di mana ada keraguan untuk menjalani vaksinasi," kata Profesor Dantas kepada ABC.
"Kita perlu agar semua pekerja di rumah lansia harus sudah divaksinasi saat ini dan mereka berasal dari kelompok etnis dan bahasa yang sangat beragam."
Menurut Professor Mansouri, pengumpulan data etnis bukanlah hal yang penting, namun mencatat bahasa utama di rumah "sangatlah penting" karena "bahasa membawa budaya".
"Bagi saya, [bahasa] merupakan dimensi penting untuk memahami keberagaman."
Bagi Al-Khafaji, latar belakang etnis penting dalam soal kesehatan karena adanya perbedaan biologis yang bisa mempengaruh kesehatan seseorang.
"Beberapa etnis tertentu lebih rentan terhadap penyakit tertentu," katanya.
"Tetapi kita harus berhati-hati bagaimana menggunakan data tersebut, karena kita tidak mau data ini dijadikan senjata untuk melakukan diskriminasi."
"Tanpa adanya data, kita tidak tahu apa yang tidak kita ketahui."
"Yang kita tahu adalah komunitas multietnis banyak yang tidak mendapatkan informasi mengenai kesehatan. Dan ini menimbulkan kesenjangan sehingga mereka kemudian mencari dari sumber lain, yang tidak bisa dipercaya."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari laporan ABC NEWS dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Telah Memberikan Bantuan kepada Indonesia, tetapi Dinilai Masih Kurang