Autopsi Ulang

Oleh: Dahlan Iskan

Minggu, 17 Juli 2022 – 07:08 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - ANDA sudah hafal meme ini: polisi tembak polisi, CCTV yang duluan mati.

Atau yang ini: polisi tembak polisi, di rumah polisi, diperiksa polisi... justru saya lupa terusan bunyi meme itu.

BACA JUGA: Demo Gugat

Saya ikut mati: mati angin. Pekerjaan lagi menggunung –1001 gunung ukuran 48 semua.

Berita penembakan di Duren Sawit 3 itu hanya terbaca sepotong-sepotong.

BACA JUGA: Bukan Gugat

Ada satu berita yang kelihatannya agak panjang: judulnya ''Sembilan Keanehan...''. Begitu saya buka, berita itu dipotong menjadi lima laman.

Saya jengkel. Enggak mau lagi membuka halaman 2 dan seterusnya. Juga begitu banyak iklan di berita itu. Ribet.

BACA JUGA: Mikra Gugat

Saya urung ingin mengutip ''Sembilan keanehan....'' itu. Toh, Anda juga sudah membacanya.

Namun, hari ini adalah hari Minggu. Biasanya Disway terbit dengan berita penembakan.

Benar. Banyak sekali penembakan di Amerika. Polisi pun ditembak: 3 polisi mati. Ditambah anjing pelacaknya.

Namun, saya malu menulis tentang itu. Kan ada gajah di pelupuk mata. Mengapa harus melihat kota kecil Allen di pelosok Kentucky.

Akan tetapi, gajah itu terlalu besar. Saya sulit harus meraba bagian mananya.

Maka saya mencari sisi lain saja dari gajah itu: saya telepon jaringan Disway di Jambi.

"Tolong kirim wartawan ke kampungnya Brigadir Yosua Hutabarat," pinta saya ke pimpinan harian Jambi Ekspres Syarkawi.

"Siap," jawabnya.

"Berangkat setelah Subuh, ya, biar bisa untuk Disway edisi tembak-menembak Minggu," kata saya.

Tiga wartawan pun meninggalkan Jambi. Sabtu kemarin. Sebelum pukul 06.00. Mereka naik mobil menyusuri jalan utama ke arah Palembang.

Sebelum perbatasan Jambi-Sumsel, mereka harus belok kanan. Memasuki kawasan kebun sawit yang luas. Itulah kebun sawit yang sudah berumur lebih 15 tahun.

Setengah membelah kebun sawit mereka tiba di desa Suka Makmur. Berarti 68 Km perjalanan yang mereka tempuh. Banyaknya truk sawit membuat jarak itu begitu jauh: dua jam.

Nama Brigadir Yoshua terkenal di seantero Jambi –bahkan Nusantara. Tidak adil kalau tidak ada media Amerika yang menulis tentang kematiannya.

"Mudah sekali mencari rumah orang tuanya," ujar Andri Brilliant Avolda, salah satu dari tiga wartawan itu.

Andri, 28 tahun, lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang.

Andri ditemani M Hafizh Alatas dan wartawan foto M Ridwan.

Hafizh lahir di Mangun Jayo dan lulus dari pertanian Universitas Batanghari.

Sementara Ridwan pernah memenangkan foto jurnalistik terbaik Dahlan Iskan Award tahun 2011.

"Rumah beliau di belakang SDN Suka Makmur itu," ujar Andri yang kelahiran Sungai Penuh itu.

Itu memang rumah dinas. Ibunda Brigadir Yoshua, Rosti Simanjuntak, adalah guru SD di situ.

Di situ pula Brigadir Yosua sekolah. Sempat diajar sendiri oleh Sang Ibu.

Ke rumah itu pula peti jenazah Brigadir Yosua diantar pulang. Empat hari setelah tewas di tembak-menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo.

Di rumah itu peti dibuka. Diteliti. Ada luka-luka. Dan memar di perut. Dan jarinya nyaris putus.

"Keluarga memotret semua itu," ujar Andri mengutip keterangan keluarga.

Suasana rumah masih penuh duka. Masih banyak famili yang datang. Harapan terakhir keluarga pun tidak kesampaian.

"Keluarga berharap bisa dimakamkan secara militer," ujar Andri. Namun, tidak bisa.

"Alasan petugas, administrasinya belum lengkap," ujar Samuel Hutabarat, ayahanda Brigadir Yosua.

Sang Ayah heran. Sudah diberangkatkan dari Jakarta, semestinya sudah lengkap.

Ya sudah. Dimakamkanlah Yosua (Brigadir J, red) dengan upacara agama. Pemakamannya sekitar 2 Km dari rumahnya.

Rumah itu rumah bedeng. Empat pintu. Hanya dua yang terisi. Salah satunya ayah-ibu Brigadir Yosua.

Mereka hanya berdua di rumah itu. Anak pertama, wanita, bekerja di Jambi, di karantina pertanian.

Yoshua adalah anak kedua. Adik wanitanya baru lulus dari Universitas Jambi, jurusan kesehatan masyarakat.

Si bungsu, laki-laki, jadi polisi: Bripda Mahareza Hutabarat.

Brigadir Yosua setidaknya sudah dua kali bahagia dalam hidupnya: saat diterima sebagai anggota Polri dan saat diterima seleksi menjadi ajudan perwira.

Yosua, setamat SMAN di Muara Bungo, memang langsung melamar jadi polisi.

Penempatan pertamanya di Jambi. Di pedalaman. Di Merangin. Di kompi Brimob di situ.

Lebih 3 tahun Yosua bertugas di Merangin. Ia pun berkenalan dengan gadis di situ: Vera. Mereka pacaran. Sudah 8 tahun masih setia.

Mereka bertekad segera kawin. Ayah-ibu Yosua pun merestui.

Kali terakhir Yosua pulang kampung adalah akhir tahun 2021 lalu. Liburan Natal.

"Ia dekat sekali dengan ibunya. Tidur di ketiak ibunya," ujar Samuel.

Tanggal 5 Januari 2022 Yosua balik ke Jakarta. "Ia membeli banyak sekali oleh-oleh khas Jambi untuk bapak dan ibu," ujar Samuel yang kini berumur 57 tahun.

Yang dimaksud bapak dan ibu adalah Irjen Ferdy Sambo dan istri.

"Ongkos bagasinya saja Rp 2 juta," ujar Samuel.

Sebagai petani sawit kecil-kecilan, Samuel kaget dengan angka itu.

Ia pun menyarankan apakah tidak dikirim lewat paket saja. Lebih murah. Yang terpenting saja yang dibawa sendiri. Dan yang terpenting itu adalah pempek "Selamat" yang memang terkenal di Jambi.

Membayangkan menjadi ajudan jenderal memang membahagiakan Yosua.

Waktu itu, ia sedang bertugas di Brimob Jambi –dipindah dari Merangin. Ia melihat ada seleksi untuk menjadi ajudan.

Ia pun melamar. Mengikuti tes. Lulus. Bahkan langsung bertugas.

"Ia tidak sempat pulang lagi ke Jambi. Ia minta adiknya mengepak barang-barangnya untuk dikirim ke Jakarta," ujar Samuel.

Maka Yosua pun menjadi ajudan Ferdy Sambo. Sejak Sambo masih berpangkat Kombes (kolonel). Lalu naik menjadi bintang satu. Dan terakhir jenderal bintang dua.

Sambo, kelahiran Barru, Sulsel, 49 tahun lalu, memang punya karir cemerlang.

Tugasnya selalu di Jakarta. Hanya sebentar di Bogor, dekat Jakarta. Juga sebentar di Brebes, tidak jauh dari Jakarta.

Yosua sering mengirim uang untuk sang Ibu. Padahal sudah diingatkan agar lebih dahulu mencukupi kebutuhannya sendiri.

"Semua sudah ada jatahnya," jawab Yosua seperti dituturkan Sang Ibu.

Bagaimana kalau jenazah Yosua diautopsi ulang?

"Silakan saja. Saya tidak keberatan," ujar Samuel yang aktif di majelis Gereja GPIB Sungai Bahar itu.

Autopsi mungkin akan dilakukan. Atau tidak.

Masih terlalu banyak pertanyaan di seputar tembak-menembak ini.

Kian lama tidak diungkapkan kian banyak pertanyaan. (*)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lebih Sulit


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler