jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubaidillah Badrun mengatakan ada tiga partai politik peserta pemilu presiden yang bermain dua kaki dalam mendukung calon presiden.
Ketiga partai tersebut menurut Ubaidillah adalah Partai Golkar, NasDem dan Hanura.
BACA JUGA: Belum Lapor ke PD, Suaidi Akui Dukung Jokowi-JK
"Tidak hanya Golkar, NasDem dan Hanura juga bermain dua kaki. Secara formal mendukung salah satu di antara calon presiden dan wakilnya, tapi ada juga gerakan kader yang berseberangan dengan sikap partai," kata Ubaidillah, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/5).
Di internal Golkar lanjutnya, politik dua kaki itu lebih terang-terangan lagi. "Saya mencermati sekitar 45 persen kader Golkar menyeberang ke Jokowi dan 55 persen patuh kepada putusan DPP Partai Golkar yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta," ujarnya.
BACA JUGA: Dukung Prabowo, HT Dianggap Tidak Berguna di Hanura
Kelompok yang membangkang dari sikap resmi Golkar sebagaimana yang ditunjukkan oleh Litbang DPP-nya, Ubadillah melihat adanya semacam semangat rekonsiliasi Golkar tehadap PDI Perjuangan (dulunya PDI) yang dimusuhi orde baru.
"Saya ingin katakan, Golkar sedang tidak sehat sebagai organisasi partai. Kaderisasi bermasalah, proses mengambil keputusan tidak baik dan sejumlah sayap partai tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mangkin dekat ke pilpres semakin tidak sehat. Mungkin lagi kurang gizi," ujarnya.
BACA JUGA: Atas Nama Demokrat, Pasek Minta Maaf ke Dahlan Iskan
Penyakit Golkar ini juga mewabah ke Partai Hanura. "Tidak solid, Hanura juga mengalami perpecahan karena orang-orangnya juga berasal dari Golkar. Ada yang ke Jokowi dan ada ke Prabowo. Ke Prabowo mungkin ada hubungan kultural masa lalu," ungkapnya.
Kemudian NasDem, menurut Ubaidillah juga tidak kompak. Ada beberapa elit NasDem yang dulu politisi Golkar terlihat lebih condong ke Prabowo. Tapi dari sisi kuantitatif ujar Ubaidillah, lebih banyak ke Jokowi karena koalisi mereka relatif lebih awal terbentuk dengan PDI-P.
"Terjadinya politik dua kaki ini justru karena tidak jelasnya konteks koalisi yang mereka lakukan. Bahkan ada yang menyebut sebagai kerjasama dan itu juga tidak jelas definisinya. Seharusnya tetap ada pembicaraan bagi-bagi jabatan di pemerintahan dan parlemen di internal koalisi parpol tanpa diumumkan ke masyarakat tapi tetap dalam semangat membangun bangsa. Itu tidak saya lihat dalam proses koalisi," ungkapnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bersaksi Untuk Sutan, Gerhard Rumeser Irit Bicara
Redaktur : Tim Redaksi