SYDNEY - Terapi pengobatan asma yang digunakan sekitar 20 ribu warga Australia diduga mampu memicu pikiran remaja dan anak-anak untuk bunuh diri. Itu sebabnya dokter diminta untuk membuat resep dengan hati-hati kepada pasien asma.
Badan Pengawas Obat-obatan Australia mengungkapkan, temuan ini terkait adanya 58 laporan kejadian yang mengancam kejiwaan anak-anak dan remaja yang sedang diobati dengan Singulair produksi Merck, antara Januari 2000 hingga Januari 2013.
"Ini termasuk lima laporan dari keinginan bunuh diri, lima laporan depresi dan delapan laporan agitasi," ujar sumber Therapeutic Goods Administration (TGA) seperti dilansir News, Senin (8/4).
Selama ini laporan tersebut dikesampingkan karena TGA sendiri mengaku sulit menetapkan diagnosis psikiatri pada anak-anak.
Peringatan pengawas obat-obatan termasuk dalam terapi obat terbaru atas keamanan konsumsi obat ini, juga melaporkan efek samping lain berupa mimpi buruk, suasana hati berubah dan insomnia terhadap obat. '' Dalam banyak kasus, beberapa pasien mengalami reaksi neuropsikiatri,''lanjutnya.
''Tenaga kesehatan profesional harus menyadari potensi efek samping dan menyarankan pasien dan orang tua untuk mencari nasihat medis," timpalnya.
Profesor Adam Jaffe, seorang ahli terapi asma mengatakan Singulair lebih sering digunakan untuk mengobati anak-anak daripada orang dewasa dan sangat efektif dalam sebagian besar kasus.
''Dalam minoritas kecil kita melihat efek samping perilaku seperti mimpi buruk dan hiperaktif dan anak-anak, maka kita harus menghentikannya,'' katanya.
Obat produksi raksasa farmasi Merck ini dalam catatan peringatannya mencantumkan adanya kemungkinan efek samping, termasuk keinginan bunuh diri, depresi, agitasi, perilaku agresif, halusinasi, insomnia, dan tremor somnambulism,
Singulair merupakan salah satu obat produksi Merck dengan penjualan tertinggi di sekitar USD 5 miliar atau Rp 48 triliun di seluruh dunia sampai tahun lalu ketika paten berakhir di Amerika Serikat.
TGA sendiri menginginkan para dokter untuk hati-hati mengevaluasi risiko dan manfaat melanjutkan pengobatan dengan Singulair jika peristiwa kejiwaan terjadi pada pasien.
US Food and Drug Administration (FDA) AS telah melakukan investigasi atas dampak Singulair pada 2009 dan menyelidiki laporan uji klinis produsen pada obat dan menemukan masalah kejiwaan meski tidak sering dilaporkan.
Sementara di Indonesia dijual berbagai golongan obat asma termasuk generik. Sebagian dapat dibeli bebas, yang bersifat pelega, dan sebagian harus dengan resep dokter. (esy/jpnn)
Badan Pengawas Obat-obatan Australia mengungkapkan, temuan ini terkait adanya 58 laporan kejadian yang mengancam kejiwaan anak-anak dan remaja yang sedang diobati dengan Singulair produksi Merck, antara Januari 2000 hingga Januari 2013.
"Ini termasuk lima laporan dari keinginan bunuh diri, lima laporan depresi dan delapan laporan agitasi," ujar sumber Therapeutic Goods Administration (TGA) seperti dilansir News, Senin (8/4).
Selama ini laporan tersebut dikesampingkan karena TGA sendiri mengaku sulit menetapkan diagnosis psikiatri pada anak-anak.
Peringatan pengawas obat-obatan termasuk dalam terapi obat terbaru atas keamanan konsumsi obat ini, juga melaporkan efek samping lain berupa mimpi buruk, suasana hati berubah dan insomnia terhadap obat. '' Dalam banyak kasus, beberapa pasien mengalami reaksi neuropsikiatri,''lanjutnya.
''Tenaga kesehatan profesional harus menyadari potensi efek samping dan menyarankan pasien dan orang tua untuk mencari nasihat medis," timpalnya.
Profesor Adam Jaffe, seorang ahli terapi asma mengatakan Singulair lebih sering digunakan untuk mengobati anak-anak daripada orang dewasa dan sangat efektif dalam sebagian besar kasus.
''Dalam minoritas kecil kita melihat efek samping perilaku seperti mimpi buruk dan hiperaktif dan anak-anak, maka kita harus menghentikannya,'' katanya.
Obat produksi raksasa farmasi Merck ini dalam catatan peringatannya mencantumkan adanya kemungkinan efek samping, termasuk keinginan bunuh diri, depresi, agitasi, perilaku agresif, halusinasi, insomnia, dan tremor somnambulism,
Singulair merupakan salah satu obat produksi Merck dengan penjualan tertinggi di sekitar USD 5 miliar atau Rp 48 triliun di seluruh dunia sampai tahun lalu ketika paten berakhir di Amerika Serikat.
TGA sendiri menginginkan para dokter untuk hati-hati mengevaluasi risiko dan manfaat melanjutkan pengobatan dengan Singulair jika peristiwa kejiwaan terjadi pada pasien.
US Food and Drug Administration (FDA) AS telah melakukan investigasi atas dampak Singulair pada 2009 dan menyelidiki laporan uji klinis produsen pada obat dan menemukan masalah kejiwaan meski tidak sering dilaporkan.
Sementara di Indonesia dijual berbagai golongan obat asma termasuk generik. Sebagian dapat dibeli bebas, yang bersifat pelega, dan sebagian harus dengan resep dokter. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepuluh Persen Anak Sekolah Alami Gangguan Penglihatan
Redaktur : Tim Redaksi