jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dibuat dengan mengacu Omnibus Law terus menuai kritik.
Pasalnya, hal itu akan memperpanjang proses birokrasi.
BACA JUGA: Ali Ghufron Sebut Orang Kaya Enggak Bikin BPJS Bangkrut
Selain itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) periode 2011-2015, Chazali Situmorang mengatakan RUU Kesehatan itu juga dinilai bakal men-downgrade posisi BPJS kepada presiden.
"BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) yang awalnya langsung bertanggung jawab ke presiden, jadi akan diubah pertanggungjawabannya kepada kementerian," kata Chazali dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin (30/1).
BACA JUGA: IHII: Revisi UU BPJS Sangat Mengkhawatirkan
Lebih lanjut, Chazali membeberkan ada 12 UU yang akan disasar oleh RUU Kesehatan ini, di antaranya UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Menurut Chazali, dengan disahkannya RUU Kesehatan, maka presiden tidak akan mendapatkan data informasi yang akurat karena akan ada intervensi dari menteri.
BACA JUGA: Prasetya Mulya BSD Menyelenggarakan Pameran Riset Perjalanan Konsumen BPJS
"Presiden tidak mendapat informasi yang utuh karena di bawah koordinasi menteri, ini juga tidak fair, kok RUU malah men-downgrade wewenang yang ada," ungkap Chazali.
Selain itu, Dewan Pengawas (Dewas) dari BPJS juga akan diatur oleh Kementerian Kesehatan.
Dari yang awalnya ada tujuh anggota dewas, dua orangnya dari unsur pemerintah, maka dengan adanya RUU kesehatan ini akan ditambah 4 orang yang dari unsur pemerintah.
"Jelas jumlah itu sudah didominasi oleh pemerintah," kata Chazali.
Padahal, tutur Chazali, UU sebelumnya sudah membangun keseimbangan, walaupun ada 2 orang dari unsur pemerintah tapi yang jadi ketua dewas dari unsur pemerintah.
Dia menilai dengan peningkatan unsur pemerintah di dalam dewas, maka akan mengurangi keterwakilan para pekerja dan pemberi kerja.
Padahal BPJS itu mengelola dana peserta bukan dana APBN.
"Kalau kementerian itu kan 100 persen dana APBN. Walupun 40 triliun dana PBI (penerima bantuan iuran) dibayar pemerintah, tapi kan itu iuran untuk orang miskin, itu memang sudah kewajiban pemerintah. Di dalam undang-undang kan rakyat miskin dijamin pemerintah," tegas Chazali.
Nantinya, dewas juga akan minta izin ke kementerian dalam menyusun aturan internal, sehingga keputusan yang diambil tidak lagi independen, ada intervensi dari kementerian. Maka kementerian akan punya power yang sangat besar.
Dampak lainnya menurut Chazali adalah potensi salah urus akan besar. Karena banyak campur tangan birokrasi.
"Dipastikan ini akan sangat merugikan peserta atau pekerja," pungkas Chazali.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul