Ayah Punya Ruko, Anak Dapat BLSM

Sabtu, 22 Juni 2013 – 02:02 WIB
BANJARMASIN -  Rencana pemerintah bagi-bagi uang tunai sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
   
Kemarin (21/6) sejumlah warga Jln Sultan Adam Sungai Awang RT 27 RW 03 Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin yang tak masuk dalam daftar orang yang mendapat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) mendatangi kantor kelurahan setempat dan melakukan protes.
   
Menurut warga, ada beberapa nama dalam daftar yang sudah pindah domisili, meninggal, bahkan bukan warga di daerah mereka. Ada pula yang tergolong mampu secara ekonomi. Ketua RT pun tak luput dari tudingan nepotisme karena ada beberapa nama anggota keluarganya.

Warga membeberkan, dari sekitar 51 kepala keluarga (KK) yang namanya tercantum dalam penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk pencairan BLSM di RT 27, satu orang atas nama Ibrahim tidak dikenal. Kemudian, tiga orang meninggal dan lima orang diketahui sudah tidak tinggal di sana.
   
Ada lagi satu orang yang menurut warga bukan warga Kelurahan Surgi Mufti, tapi Kelurahan Sungai Andai, atas nama Maimunah. Yang lebih membuat warga berang, Maimunah dipandang mampu karena keluarganya punya sejumlah usaha, seperti isi ulang air mineral di tepi jalan raya Sungai Andai, pencucian motor, serta beberapa buah ruko. Ia juga diketahui memiliki hubungan kekerabatan dengan ketua RT.

"Selama ini saya nggak dapat apa-apa diam saja. Tapi ini saya kecewa karena yang dapat orang luar dan mampu," ucap Siti Sanah, 45 salah seorang warga yang protes. 

Ditilik dari kondisinya, Sanah tinggal di rumah yang sangat sederhana di bantaran Sungai Awang samping Jembatan Sungai Andai.     Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Sehari-hari ibu satu anak itu mencari nafkah dari membuka warung kecil-kecilan. Tapi ia tidak masuk sebagai penerima raskin dan secara otomatis sekarang tak dapat BLSM.
   
Padahal, Rahmah, petugas yang melakukan pencacahan saat Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 silam di Kelurahan Surgi Mufti, mengaku sudah memasukkan nama Siti Sanah karena dinilai memenuhi kriteria warga tak mampu.
   
"Sejak awal nama Ibu Sanah masuk, tapi entah kenapa kemudian tidak lolos," katanya.  Namun, ia tak ingat pernah mendata warga yang memiliki usaha isi ulang air mineral dan pencucian motor.
   
Rahmah sendiri kemarin ikut mendampingi Sekretaris Kelurahan Surgi Mufti, Rudi Noviansyah, menghadapi warga  di kantor kelurahan. Ia menjelaskan, saat melakukan pencacahan pada PPLS 2011, pihaknya turun langsung ke rumah-rumah warga. Para lanjut usia yang tidak mampu lagi bekerja diprioritaskan.
     
"Setelah pendataan, kami rembukkan lagi dengan warga. Jadi, warga juga yang menentukan mana yang berhak dan mana yang tidak," tukasnya. Ditambahkannya, dari beberapa orang warga yang protes ke kelurahan, waktu pendataan dulu statusnya ikut dengan orangtua sehingga dihitung sebagai satu kepala keluarga, tapi sekarang tinggal terpisah.
   
"Masalahnya mereka masih muda dan produktif, masih bisa berusaha. Kalau yang protes ini tua-tua, pasti kami akan upayakan," imbuhnya. Sekretaris Lurah Surgi Mufti, Rudi Noviansyah, mengatakan pihaknya hanya bisa menampung protes warga.
     
Warga diminta mengumpulkan data yang akan diusulkan kepada pihak terkait. Soal warga penerima BLSM yang meninggal dan pindah, menurutnya kartu dipegang oleh PT Pos.
   
Terpisah, Ketua RT 27, M Syahrul, mengaku tak berani mencoret nama-nama warga yang sudah pindah jika yang bersangkutan tidak meminta surat pindah.  Disinggung tudingan soal warga bernama Maimunah yang bukan warga RT 27 dan tergolong mampu menerima BLSM, ia menerangkan bahwa berdasarkan KTP dan kartu keluarganya, Maimunah adalah warga di sana.
   
"Yang mampu itu ayahnya, dia dan suaminya ikut ayahnya itu," ujarnya.  Di tengah wawancara, Maimunah yang merupakan keponakan M Syahrul tiba-tiba datang sambil membawa KTP dan kartu keluarga miliknya.

Perempuan berusia 30 tahun itu mengakui tidak tinggal di Kelurahan Surgi Mufti, tapi di Kelurahan Sungai Andai.  Ia sendiri merasa tak enak saat mau mengambil KPS ke kelurahan beberapa waktu lalu, karena tahu akan dihujat warga lainnya.
   
"Sekarang saya mendiami rumah Abah (Bapak). Abah tinggal di Marabahan. Yang punya usaha juga Abah, suami saya ikut kerja dengan adik saya yang punya pencucian motor. Kalau nanti disuruh keluar, saya tidak punya apa-apa, karena saya bukan tanggungan orangtua lagi," tuturnya.  (naz)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Aniaya Wartawan, Kapolda Sultra Bentuk Tim Investigasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler