jpnn.com - Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengaku terkejut dengan tuntutan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar dalam kasus yang melibatkan penambangan ilegal.
Riza menyebutkan niatnya hanya untuk memperbaiki kondisi perusahaan yang sedang kesulitan.
BACA JUGA: Soal Stigma Crazy Rich PIK, Helena Lim: Saya Membayar dengan Harga Diri
Dalam nota pledoi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (12/12/2024), dia menyampaikan pandangannya mengenai situasi yang dihadapinya serta langkah-langkah yang diambil untuk menanggulangi masalah di PT Timah.
Riza Pahlevi menjelaskan bahwa sejak diangkat sebagai Direktur Utama PT Timah pada April 2016, dia berusaha keras untuk membenahi kinerja perusahaan yang menurun akibat kesulitan memperoleh bijih timah.
BACA JUGA: Brigadir Tri Yudha Gugur Dianiaya OTK, Aiptu Hidayat Terluka, Pistol Dibawa Kabur Pelaku
"Saya diangkat untuk memperbaiki kinerja PT Timah yang saat itu mengalami masalah cashflow dan hubungan yang tidak harmonis dengan stakeholder,” kata Riza.
Dia juga menyebutkan bahwa penambangan ilegal mulai marak setelah terbitnya berbagai regulasi pascaera Otonomi Daerah yang memungkinkan masyarakat melakukan penambangan secara massal.
BACA JUGA: Analisis Reza soal Hukuman Agus Buntung, Pria Disabilitas Pemerkosa Mahasiswi di NTB
“Maraknya aktivitas penambangan masyarakat yang tidak melalui izin ini membuat PT Timah kesulitan memperoleh bijih timah,” lanjutnya.
Untuk mengatasi itu, dia berinisiatif melakukan roadshow untuk menemui pemangku kepentingan dan mendengarkan keluhan mereka.
Melalui kunjungan tersebut, Riza berupaya mengoptimalkan produksi dan meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penambangan.
Dia juga mendorong implementasi program konservasi mineral sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan mendapatkan kembali bijih timah dari masyarakat.
Riza juga mengeklaim bahwa semua langkah yang diambilnya demi kepentingan perusahaan dan tidak ada niat untuk menyalahgunakan jabatannya.
“Saya bisa saja berdiam diri dan menikmati fasilitas perusahaan, tetapi saya memilih untuk mengambil keputusan strategis demi keberlangsungan PT Timah,” tegasnya.
Riza berharap bahwa majelis hakim bisa mempertimbangkan semua upaya yang telah dilakukannya dalam sidang yang akan datang.
Kasus ini sendiri menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh PT Timah dan industri pertambangan di Indonesia, terutama terkait penambangan ilegal.
Dia menyebutkan konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar dapat memunculkan dampak sosial yang luas, termasuk protes dan bahkan tindakan kekerasan.
Riza juga mengaku pihaknya sudah berulang kali meminta bantuan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melakukan penertiban atas aktivitas penambangan inkonvensional.
Namun, tidak efektif dikarenakan penambangan timah sudah menjadi budaya dan sumber mata pencaharian masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
Pasalnya, penertiban aktivitas penambangan inkonvensional yang berulang-ulang malah meningkatkan risiko konflik sosial dengan masyarakat.
Bahkan konflik tersebut termasuk pembakaran kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung oleh masyarakat buruh tambang inkonvensional dan industri peleburan timah pada tahun 2006 dan perusakan kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada 5 Oktober 2012.
Riza coba menyelesaikan masalah ini dengan berkomunikasi dengan berbagai pihak.
"Upaya ini perlahan bisa membuat situasi menjadi kondusif, utamanya ke dalam atau internal terlebih dulu," pungkas Riza.(mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra