Bagi yang Belum Tahu Modus Maria Pauline Bobol BNI Rp 1,7 Triliun, Silakan Baca

Jumat, 10 Juli 2020 – 05:04 WIB
Maria Pauline Lumowa di dalam pesawat dari Serbia menuju Indonesia, Rabu (8/7). Foto: ANTARA/ Ho-Kementerian Hukum dan HAM

jpnn.com, JAKARTA - Tersangka kasus surat kredit (L/C) fiktif untuk perdagangan internasional senilai Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, sudah bisa dibawa ke Indonesia, setelah 17 tahun menjadi buronan.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mengapresiasi penangkapan terhadap Maria Pauline.

BACA JUGA: Maria Pauline Bisa Diboyong karena Serbia Ingat Jasa Indonesia?

"Kami menghormati proses hukum yang berjalan dan siap membantu aparat dalam proses hukum terhadap tersangka, sehingga penegakan hukum selesai hingga tuntas," kata Direktur Human Capital dan Kepatuhan BNI, Bob T. Ananta di Jakarta, Kamis (9/7).

Dengan ditangkapnya tersangka, bank BUMN ini berharap pemulihan untuk mengurangi kerugian perusahaan.

BACA JUGA: Menteri Yasonna Janji Kejar Aset Maria Lumowa di Luar Negeri, Semangat Pak!

Untuk mencegah peristiwa serupa, bank pelat merah ini melakukan berbagai langkah di antaranya evaluasi terhadap tata kelola layanan pemrosesan L/C, sehingga dapat menemukan modus yang digunakan pelaku.

Dari evaluasi tersebut, pihaknya melakukan beberapa langkah yakni mengalihkan kewenangan dalam memutuskan transaksi L/C, yang awalnya di Kantor Cabang Utama dialihkan ke Trade Processing Center (TPC) di Divisi Internasional Kantor Pusat.

BACA JUGA: HNW Beber Daftar Ormas Tolak RUU HIP, Ada FPI dan Anshor

Selain itu, fungsi kantor cabang dalam layanan pemrosesan L/C ini pun berubah.

Saat ini Kantor Cabang hanya berfungsi melakukan penerimaan permohonan transaksi perdagangan dari nasabah, sedangkan keputusan transaksinya menjadi kewenangan tim di Kantor Pusat.

"Kini, prosesnya menjadi jauh lebih aman baik bagi perusahaan maupun bagi nasabah, karena telah dilakukan digitalisasi layanan," ujarnya.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka utama yang membobol kas BNI senilai Rp1,7 triliun yang terjadi tahun 2002-2003.

Setelah belasan tahun menjadi buron, Polri bersama Interpol dibantu aparat terkait menangkap Maria Pauline di Beograd Serbia dan diterbangkan ke Jakarta untuk diadili.

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014 karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," tutur Menkum HAM Yasonna Laoly. (antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler