Bagir Manan: Pajak Alat Berat Tidak Pas

Kamis, 15 Maret 2012 – 17:58 WIB

JAKARTA -  Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang uji materi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah di gedung MK Jakarta, Kamis (15/3). Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan memberikan keterangan sebagai saksi ahli yang dihadirkan pihak pemohon.

Bagir Manan menilai pengenakan pajak alat berat kurang pas. Sebab, ada alat berat yang hanya beroperasi di areal persawahan, perkebunan, maupun pabrik. Kalau ditarik pajak lagi, maka dari sisi keadilan itu memberatkan pengusaha.

“Berdasarkan perbincangan dengan pemohon, sebenarnya mereka tidak keberatan membayar pajak asal tidak dicari-cari jenis pajaknya. Alat berat itu seharusnya tidak ditarik pajak, sepanjang pajak itu adil dan tidak berlipat,” kata Bagir Manan.

Sementara, saksi pemohon, Cahyono Imawan yang juga Ketua Umum Assosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) mengatakan UU seharusnya dibuat dan berlaku untuk semua sektor dan semua masyarakat. Namun, dalam praktiknya, UU Pajak Daerah hanya menarik pajak pada alat-alat berat yang bekerja di sektor pertambangan dan kehutanan semata, dan tidak pada alat-alat berat yang bekerja di sektor konstruksi, perkebunan, pertanian, industri, dan lainnya.

Selain itu, pajak-pajak alat berat ini juga tidak diberlakukan oleh seluruh daerah, tapi hanya di sebagian daerah saja, seperti daerah yang memiliki areal pertambangan yang luas seperti di Kalimantan.

“Jadi, dari sisi keadilan, jenis alat berat yang ditarik pajak itu juga nggak jelas kriterianya. Pengalaman anggota kami juga, tidak semua daerah memungut pajak alat-alat berat ini,” kata Cahyono Imawan.

Dijelaskan, sesungguhnya seluruh anggota Aspindo yang juga pengusaha jasa pertambangan yang memiliki alat-alat berat tidak berkeberatan untuk membayar pajak. Terbukti, anggota-anggota Aspindo telah mendapatkan predikat sebagai wajib pajak patuh dari Direktor Pajak. Bahkan, dari setiap hasil kegiatan jasa yang dilakukan, setiap pengusaha juga sudah membayarkan pajak, mulai dari PPN, PPH, dan lainnya.

“Kami merasa bahwa alat berat itu bukan kendaraan bermotor sehingga pajaknya tidak bisa dikenakan seperti kendaraan bermotor. Perlu kami sampaikan, kami pengusaha di Aspindo tidak berkeberatan membayar pajak, sebagai warga negara, kami sadar bahwa kami harus bayar pajak, dan anggota-anggota kami adalah pembayar pajak semua, namun harus jelas aturan perundang-undangannya,” katanya.

Saksi pemerintah, Gustafa Yandi yang juga Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengatakan penarikan pajak alat-alat berat di daerahnya telah diberlakukan sejak 2008. DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) juga telah memerintahkan pemerintah provinsi untuk mengintensifkan penarikan pajak terhadap alat-alat berat pertambangan. Pasalnya, sebagian besar wilayah Kalsel adalah wilayah pertambangan. Pada 2011, hasil pajak dari alat-alat berat di Kalsel mencapai Rp 42,7 miliar.

“Wilayah pertambangan di Kalsel tersebar di delapan kabupaten dari 2 kota dan 11 kabupaten yang ada di Kalsel,” ujarnya. (sam/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Kembangkan Paket Wisata Low Season


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler