Bahaya Banget nih, Bocah-bocah SD Bergelantungan di Mobil

Rabu, 01 April 2015 – 07:18 WIB
Puluhan siswa SDN 3 Temuguruh menumpang mobil di tepi hutan Jaengan, Dusun Purwodadi, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Selasa (31/3). Foto: Dedy Jumhardiyanto/Jawa Pos Radar Banyuwangi

jpnn.com - BANYUWANGI - Anak-anak yang tinggal di tepi hutan Jaengan, Dusun Purwodadi, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jatim, harus mempertaruhkan nyawa mereka dengan bergelantungan di atap kendaraan setiap berangkat dan pulang sekolah.

Bukan hanya akses yang sangat buruk. Angkutan umum pun tidak melintasi tempat tinggal mereka. Untuk ke sekolah, satu-satunya pilihan adalah naik mobil Isuzu Panther yang dijadikan angkutan pedesaan (angkudes).

BACA JUGA: UN Terapkan Indeks Integritas Sekolah

Satu mobil terpaksa mengangkut sekitar 30 siswa. Sekitar 17 siswa berada di atas kap mobil, sedangkan sisanya masuk ke kabin kendaraan.

’’Hanya satu mobil itu yang mengangkut anak-anak,’’ ujar Kepala Dusun (Kadus) Purwodadi Nur Naye. Menurut dia, mobil yang mengangkut anak sekolah itu adalah kendaraan milik Misnadi, 32.

BACA JUGA: Ini Dia Janji Manis Mendikbud untuk Kepsek dan Guru

Setiap hari mobil itu melayani antar dan jemput ke sekolah. ’’Jarak rumah ke sekolah itu hanya 1,5 kilometer. Tapi, jalannya bebatuan dan tanah liat,’’ ungkapnya.

Sebelum ada angkutan tersebut, jika hujan, anak-anak terpaksa tidak berangkat sekolah. ’’Kalau hujan, jalan becek dan tidak bisa dilewati,’’ katanya.

BACA JUGA: Dorong Universitas Palangkaraya Buka Jurusan Kedokteran Tradisional

Misnadi, sopir mobil antar jemput, menyatakan prihatin dengan kondisi pendidikan di lingkungan tempat tinggalnya. Untuk berangkat ke sekolah, anak-anak harus berangkat pagi sekali dengan berjalan kaki menyusuri jalan tengah hutan. ’’Kalau hujan, anak-anak itu terpaksa tidak masuk sekolah,’’ ungkapnya.

Akibatnya, Misnadi nekat menjual motor miliknya dan membeli mobil bekas di Bali. Selanjutnya, mobil bermesin diesel itu dipakai untuk antar jemput sekolah bagi anak-anak SD di kampungnya.

Untuk menjaga keselamatan, Misnadi mengemudi pelan-pelan. Setiap hari dia mengingatkan penumpangnya yang di atas mobil untuk tidak bergurau. ’’Yang di atas dan belakang itu khusus laki-laki, yang perempuan di dalam,’’ ucapnya.

Saat ditanya ongkos, Misnadi menyebut sesuai dengan kesepakatan dan kemampuan orang tua. Setiap anak ditarik Rp 3 ribu untuk ongkos pergi pulang. ’’Saya berharap ada perhatian dari pemerintah untuk sarana pendidikan ini,’’ jelasnya. (ddy/abi/JPNN/c15/any)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Uji Coba UN Online Dimulai Pekan Depan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler