Bahuga Jaya Tak Penuhi Standar Keselamatan

Selasa, 23 Oktober 2012 – 13:58 WIB
Kapal Bahuga Jaya saat masih berlayar. Foto: Dok
JAKARTA - Kasus tenggelamnya KMP Bahuga Jaya masih dalam penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Sejumlah bukti terkait riwayat kapal yang tenggelam ketika bertabrakan dengan kapal berbendera Singapura, Norgas Chatinka itu kembali mengemuka.

Bahuga Jaya dibuat pada tahun 1972 namun dalam registrasi Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) kapal itu disebut buatan 1992. Kapal tersebut juga dimodifikasi ulang dan dibuat sejumlah ventilasi ketika kapal itu melayani penumpang untuk rute Bakauheni-Merak PP.

Kapal feri ini awalnya dibuat untuk Det Norske Verita pada 1972 oleh Ulstein Mekaniske verksted di Ulsteinvik, Norwegia yang kemudian dikenal sebagai Bonanza, kapal milik pelayaran Fred Olsen & Co. Nama kapal tersebut kemudian berubah menjadi BENCHIJIGUA dan BAJA MAR yang digunakan berbagai perusahaan milik Fred Olsen dengan rute di Eropa.

Pada tahun 2000, Fred Olsen menggunakan terakhir kalinya di wilayah Canary Island. Pada 2001, kapal ini ganti pemilik yaitu sebuah perusahaan pelayaran di Filipina yaitu MBRS Lines dengan nama BLESSED MOTHER. MBRS Lines sendiri saat ini sudah tidak beroperasi. Saat itu kapal tersebut beroperasi melayari jalur Manila-Romblon.

Pada 2007, kapal itu dijual ke PT Atosim Lampung Pelayaran (ALP) dan akhirnya dikenal dengan nama KMP Bahuga Jaya dengan operator PT ALP. Pada saat menjadi Bahuga Jaya, kapal itu mengalami beberapa perubahan, yang paling menonjol adalah penambahan pintu angin di lambung pada bagian engine dan parkir kendaraan. Pintu angin pada bagian pelat sisi (side shell)  tidak ada ketika kapal tersebut dioperasikan di perairan Eropa maupun di Manila.

Pengamat pelayaran dari ITS, Saut Gurning mengatakan, kemungkinan besar yang menjadi penyebab Bahuga Jaya tenggelam dalam hitungan menit akibat adanya ventilasi pada bagian mesin dan dek kendaraan. Pintu angin atau ventilasi ini bisa saja terbuka dan air masuk saat tabrakan meski bagian pelat sisi Bahuga Jaya tidak tertembus.

"Berdasarkan standar internasional, kapal feri tidak memiliki ventilasi pada bagian engine dan parkir kendaraan. Karena kalau ruang itu kedap bisa memperlambat proses tenggelam bila terjadi kecelakaan atau kebakaran. Tetapi kalau di Indonesia selalu ada ventilasi udara, karena para penumpang biasanya ingin agar menumpang dekat ruangan terbuka," kata Saut, Selasa (23/10).

Menurutnya, saat bertabrakan dengan Norgas Chantika, kapal  cepat tenggelam karena ruang kedap udara di kapal tersebut sudah berkurang secara signifikan akibat dijadikan ventilasi. Dalam catatan, Bahuga tenggelam sekitar 20 menit setelah sinyal tanda bahaya ditransmisikan.

Selain itu, ke depannya Saut meminta agar PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) lebih ketat dalam memberikan regulasi terhadap kapal-kapal penyeberangan yang digunakan di Indonesia. Selain banyak kapal tua, jelasnya, banyak kapal yang kemudian bentuknya diubah, padahal tidak sesuai dengan standar keselamatan internasional.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo juga mempertanyakan menganai perubahan konstruksi kapal tersebut. Menurutnya, kapal itu tadinya adalah kapal penumpang di sungai, kemudian diubah menjadi kapal roll on roll off (roro) dengan ventilasi yang sangat berdekatan dengan air laut. "Itu sangat berisiko, kenapa BKI memberikan izin kepada Bahuga Jaya," ujarnya.

Hal itu ditambah dengan izin BKI yang menurutnya kemungkinan dimanipulasi yaitu tahun pembuatannya. "Jelas itu buatan tahun 1972 kok jadi 1992. Kemungkinannya perizinan dimudakan 20 tahun agar asuransinya lebih murah, karena kalau kapal tua harus bayar asuransi lebih mahal," kata Agus.

Sementara itu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan mengatakan setiap perubahan ruang  atau apa saja  pada kapal diperbolehkan tapi harus dilaporkan ke Diektorat Perhubungan Laut untuk persetujuan.

Ditambahkan, bila perubahan di kapal akan menyebabkan perubahan bentuk, kemampuan angkut, dan lainnya  harus mendapat persetujuan perubahan disain kapal. "Pelaksanaan perubahan diawasi, sertifikat awal akan mati dan harus menerbitkan sertifikat baru," ujarnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Johan Budi Temui Boy Rafli Amar di Mabes Polri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler