Bakar 1.500 T

Oleh: Dahlan Iskan

Selasa, 07 Februari 2023 – 07:07 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SEHARI sebelum menghadiri peringatan Satu Abad NU hari ini, Presiden Jokowi bikin penasaran publik: jangan sampai apa yang terjadi di India terjadi di sini.

Ibu kota India memang lagi dilanda demo. Juga di Gujarat. Berhari-hari. Kian rusuh.

BACA JUGA: Fikih Berubah

Sidang parlemen pun sampai ditunda. Bukan soal politik. Bukan pula kenaikan harga kebutuhan hidup.

Demo itu, aneh, soal dugaan praktik kecurangan di sebuah perusahaan. Yakni di Adani Group, sebuah konglomerat dari Ahmadabad, Gujarat.

BACA JUGA: Balon Putih

Nama bos Adani Group, Anda sudah tahu: Gautam Adani, 60 tahun. Gautam satu daerah dengan orang kuat India saat ini: Narendra Modi. Yakni Perdana Menteri India yang terpilih untuk periode kedua.

Sebelum jadi perdana menteri pun Modi sudah orang kuat. Di Gujarat. Ia terpilih sebagai gubernur Gujarat: juga dua periode. Populer sekali.

BACA JUGA: Abad Fikih

Pertumbuhan ekonomi Gujarat saat itu hampir selalu 9 persen/tahun. Modi sudah menjelaskan bahwa Gautam tidak mendapat keistimewaan dari pemerintah.

Ahmadabad juga daerah kelahiran Mahatma Gandhi yang Anda agungkan itu. Saya pernah ke rumah aslinya di sana.

Grup Adani memang lagi kelimpungan saat ini. Harga sahamnya runtuh. Grup perusahaan ini tiba-tiba saja kehilangan kekayaan lebih Rp 1.500 triliun.

Penyebabnya: "pembunuh saham" dari Amerika Serikat beraksi. Sang pembunuh adalah sebuah perusahaan riset pasar modal: Hindenburg Research (HR).

Bisnis perusahaan itu memang melakukan penelitian terhadap perusahaan publik di pasar modal. Terutama perusahaan yang dicurigai melakukan praktik curang di bursa saham.

Perusahaan riset ini juga punya usaha lain: melakukan short selling.

Mimpi buruk Gautam itu terjadi tanggal 24 Januari lalu. Hindenburg hari itu mengeluarkan hasil risetnya: Adani Group telah melakukan manipulasi saham, laporan keuangan, dan diragukan bisa membayar kembali utang-utangnya.

Adani Group pun sibuk membantah hasil riset itu. Tetapi publik lebih percaya pada Hindenburg. Harga saham 11 perusahaan Grup Adani yang go public terus menurun.

Sampai Senin kemarin harga saham itu masih terus turun. Market cap Adani turun sampai USD 110 miliar.

Yang membuat rakyat demo adalah: perusahaan itu punya utang ke bank milik negara dan asuransi. Nilai utangnya sampai sekitar Rp 400 triliun.

Rakyat minta semua itu diusut. Lalu, minta diselidiki pula apakah ada hubungannya dengan kekuasaan Modi.

Hindenburg sendiri awalnya juga curiga: bagaimana grup usaha ini bisa melejit begitu meroketnya. Tahun 2021 kekayaannya USD 100 miliar. Tahun 2022 menjadi USD 200 miliar. Berarti langsung menjadi konglomerat nomor 3 di India. Di bawah grup Mukesh Ambani dan Tata.

Di bulan November 2022 sudah naik lagi menjadi USD 280 miliar. Sudah mengalahkan Tata.

Gautam Adani langsung jadi orang nomor 21 terkaya di dunia. Terkaya di India dan terkaya di Asia.

Awalnya saya mengira melonjaknya kekayaan Adani berkat batu bara Kaltim. Seperti halnya Low Tuck Kwong: tiba-tiba jadi orang terkaya di Indonesia berkat batu bara Kalimantan.

Adani memang punya tambang batu bara besar di Kaltim. Atau Kaltara. Harga batu bara dalam dua tahun terakhir bikin banyak orang mendadak kaya.

Maka mungkin saja tuduhan Hindenburg salah. Tetapi Hindenburg sudah menantang: tuntutlah kami kalau kami salah. Sampai kemarin belum ada rencana Adani untuk menuntut Hindenburg.

Saham grup Adani lebih jatuh lagi karena Hindenburg ikut main short selling. Ia melakukannya secara terbuka.

Ketika mengumumkan hasil riset itu pun Hindenburg sekalian mengumumkan: ia memegang saham Grup Adani yang bisa di-short selling.

Berarti Hindenburg yakin benar bahwa harga saham Grup Adani akan jatuh, setidaknya sampai 50 persen.

Ketika grup Adani sibuk membantah tudingan Hindenburg, perusahaan riset ini pinjam saham dalam jumlah besar. Dengan harga saham masih tinggi saat itu.

Saham itu ia jual. Uangnya diberikan kepada pemilik saham, dengan catatan: kalau harga saham sudah turun 50 persen sebagian uang tersebut untuk membeli kembali. Dengan harga murah.

Cukup dengan separo uang hasil penjualan bisa membeli saham dengan jumlah yang sama dengan saat menjual. Dengan demikian jumlah sahamnya tetap, tetapi masih punya separo uang dari hasil penjualan. Hindenburg dapat untung dari situ.

Hindenburg melihat grup Adani akan menimbulkan bencana di India. Bencana itu sebenarnya bisa dihindarkan kalau tidak ada kejahatan di dalamnya.

Nama Hindenburg sendiri diambil dari peristiwa tahun 1937: yang mengakibatkan 36 orang tewas. Di New Jersey, dekat New York. Itu akibat manusia yang kurang bertanggung jawab.

Hari itu balon zeppelin, yang terbang dari Jerman, akan mendarat di New Jersey.

Pesawat balon itu terbang sejak tanggal 3 Maret 1937. Melintasi Atlantik. Tiba di atas Boston. Lalu mengarah ke New Jersey.

Ketika melintas di atas Manhattan, zeppelin merendah. Sekalian memberi kesempatan penumpangnya melihat keindahan dari atas. Tetapi angin topan membuat zeppelin harus memutar. Pendaratan balon itu tertunda sampai 6 jam.

Saat mau mendarat itulah zeppelin terbakar.

Pesawat balon ini membawa penumpang 36 orang, dengan awak sebanyak 61 orang. Jumlah awak lebih besar karena sebagian adalah peserta training.

Penerbangan balon kala itu dianggap cerah sehingga perlu banyak kru baru yang terlatih.

Separo penumpang meninggal, hampir separo kru juga meninggal.

Nama zeppelin yang terbakar itu adalah: Hindenburg. Diambil dari nama presiden Jerman sebelum kecelakaan itu.

Yang juga kasihan adalah calon penumpang jurusan baliknya: batal terbang. Padahal full booked. Mereka akan menghadiri pelantikan raja Inggris saat itu.

Kini Hindenburg menimbulkan kebakaran di Gujarat, India. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Bobol


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler