jpnn.com, JAKARTA - Dua anggota KKSB (kelompok kriminal separatis bersenjata) tewas dalam baku tembak dengan prajurit TNI – Polri.
Komandan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Nduga Egianus Kogeya mengakui dua anggotanya tewas dalam baku tembak yang berlangsung beberapa kali sejak 11 Juli.
BACA JUGA: Wapres: Masa Depan Bangsa Ada di Pundak Perwira Muda
Nduga Egianus Kogeya menyebut, kedua anggotanya yang tewas itu bernama Prekianus Kogoya dan Yenkias Ubruangge. ”Kami tidak akan mundur,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Pemerintah menyebut TPNPB-OPM sebagai KKSB. ”Ini terjadi karena ada serangan udara,” jelas Egianus.
BACA JUGA: TNI-Polri Komponen Utama Keamanan dan Stabilitas Nasional
Sementara itu, Kabidhumas Polda Papua Kombespol A.M Kamal menuturkan, tidak ada operasi dan serangan udara di Papua. Yang ada adalah upaya pengejaran atas pelaku kejahatan yang menyerang bandara dan sejumlah lokasi lainnya.
”Kalau soal kematian anggota KKSB, saya belum mengetahuinya,” ujarnya.
BACA JUGA: Panglima TNI Terima Bintang Kehormatan dari Sultan Brunei
Sebenarnya, bila pengejaran ini ingin diselesaikan, caranya mudah. Pelaku penembakan di bandara dan sejumlah tempat lainnya menyerah. ”Selesai itu masalah, tidak ada lagi pengejaran,” ungkapnya.
Perkumpulan Pengacara HAM Papua (PAHAM) bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta agar operasi gabungan di Papua untuk dihentikan. Angota PAHAM Yohanis Membrasar menjelaskan, pascaoperasi tersebut, warga Nduga banyak yang mengungsi. ”Ke Timika atau ke daerah lainnya,” ujarnya.
Kondisi itu sebagai dampak ketakutan atas operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri. Masalahnya, apa yang dilakukan kedua lembaga itu terasa berlebihan. ”Sebab jumlah orang yang dikejar itu hanya 20 an, enggak sampai ratusan,” terangnya.
Menurutnya, dengan kondisi itu seharusnya tidak perlu untuk mengerahkan kekuatan militer berlebihan. Baik menggunakan helikopter dan sebagainya. ”Langkah persuasif yang perlu dilakukan ke puluhan orang yang disebut pemerintah KKSB tersebut,” ujarnya.
Yang juga penting, saat ini akses menuju Nduga hampir tertutup. Bandara, misalnya, telah ditutup hingga waktu yang belum ditentukan. ”Akses lewat sungai, tapi berisiko. Kalau jalan darat selama ini bukan opsi untuk ke Nduga,” ungkapnya.
BACA JUGA: TNI Tembaki Orang tak Berdosa di Papua? Itu Fitnah!
Menurutnya, karena akses yang begitu tertutup itu, media dan organisasi hak asasi manusia (HAM) tidak bisa memastikan bagaimana sebenarnya kondisi di Nduga. ”Apakah tidak ada korban jiwa dari masyarakat tidak bersalah atau sipil. Atau malah ada. Itu tidak bisa dipastikan. Karenanya perlu pemerintah daerah dan pusat untuk membuka akses tersebut,” ujarnya.
Solusi untuk masalah KKSB ini sebenarnya hanya langkah persuasif. Pertama mengingat jumlahnya hanya sedikit. ”Masak jumlahnya puluhan dilawan ribuan personil, cukup dialog,” tuturnya. (idr/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Islam Indonesia Harus Maju dan Berwawasan Luas
Redaktur & Reporter : Soetomo