”Ketika saya bilang kalau syutingnya harus di puncak Mahameru, mereka nggak mau,’’ tegas Donny. Hingga akhirnya Sunil Soraya, produser Soraya Intercine Films, memiliki visi yang sama.
Kenapa Donny bersikukuh demikian? Sebab, dia tidak ingin cerita dalam novel tersebut berantakan saat diangkat ke film. ”Cerita dalam novel itu sudah kuat. Nggak bisa kalau diganti lokasi lain. Harus di sana,’’ tegasnya.
Kesepakatan antara Donny dan Soraya Intercine Film terjadi pada 2008. Akan tetapi, proses sampai akhirnya melakoni produksi sangat lama. Skenario yang ditulis sendiri oleh Donny itu baru jadi empat tahun. ”Kesulitannya itu menerjemahkan novel tersebut ke film. Seperti yang dikatakan Donny, novelnya sangat kuat dan panjang,’’ jelas Sunil Soraya. Akhirnya, mereka memutuskan bahwa film dibuat sama persis dengan novelnya yang sudah dicetak 25 kali itu.
Sementara itu, sutradara dipercayakan kepada Rizal. Itu juga tantangan tersendiri buatnya. Ketika membuat film tersebut, semua yang terlibat ikut merasakan susah. Namun, itu justru menumbuhkan chemistry kuat, tidak hanya antar-pemain, tetapi juga semua kru.
Rizal saat membuat film tersebut harus naik ke puncak sampai empat kali. ”Yang lain sekali, saya empat kali,’’ urainya. Dua kali yang pertama adalah saat survei, selanjutnya syuting dengan seluruh pemain. ”Yang terakhir gara-gara Pak Sunil kurang puas dengan gambar mataharinya, akhirnya saya balik lagi ke atas ambil gambar matahari,’’ lanjutnya. (jan/c6/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Reese Witherspoon Siap Duet dengan Michael Buble
Redaktur : Tim Redaksi