Bamsoet Soroti Fakta Memilukan soal Angka Stunting dan Kematian Ibu-Bayi

Rabu, 20 Juli 2022 – 09:14 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memaparkan PPHN sebagai solusi atas persoalan pembanguinan SDM di Indonesia. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, KEBAYORAN LAMA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti kemajuan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang belum memuaskan. 

Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menyatakan angka kematian ibu dan bayi masih tinggi.

BACA JUGA: PSSI Sebut 3 Negara di Eropa untuk Timnas U-19 Berlatih, Pilih yang Mana, Shin?

Kecenderungan yang sama terlihat pada jumlah kasus stunting atau gagal tumbuh ideal pada balita. 

‘’Pokok-pokok haluan negara (PPHN) akan memberi penekanan khusus pada aspek ini serta mewajibkan pemerintah pusat dan daerah konsisten dengan program-program pembangunan SDM,’’ ungkapnya.

BACA JUGA: Vietnam Memprotes Aturan Vaksin Booster di Piala AFF U-16, PSSI: Jangan Banyak Mengeluh

Ketua umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini juga menyoroti fakta tentang puluhan ribu anak putus sekolah. 

Negara harus proaktif menunjukkan tanggung jawabnya. Karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengembalikan puluhan ribu anak itu ke sekolah.

BACA JUGA: Peringati Hari Kesehatan Nasional, Puan Singgung RUU KIA dan Persoalan Stunting

Pembangunan SDM dengan ragam permasalahan yang masih mengemuka ini menjadi perhatian khusus MPR RI dalam merumuskan PPHN. 

‘’Melalui PPHN, MPR RI menyegarkan lagi dogma bahwa membangun manusia adalah keniscayaan bagi negara dan bangsa,’’ ucap pria yang akrab disapa Bamsoet. 

Menurut dia, pembangunan SDM tak boleh hanya diukur dari aspek pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. 

‘’Progres pembangunan nasional pun harus tercermin pada kesungguhan dan konsistensi membangun manusia Indonesia seutuhnya,’’ katanya.

Kesungguhan dan konsistensi itu tecermin pada pengembangan kualitas SDM secara berkelanjutan.

Selain membentuk pribadi yang nasionalis dan Pancasilais, tujuan utama lainnya adalah menyiapkan semua elemen anak bangsa untuk memiliki kompetensi agar dapat menjadi faktor penentu dalam proses pembangunan di segala sektor atau bidang. 

Dengan SDM yang kompeten di berbagai bidang, Indonesia dapat mewujudkan keunggulannya dalam persaingan global.

Fokus dan adaptasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan SDM memang menjadi proses tak terhindarkan. 

Namun, pembangunan sektor kesehatan sebagai pijakan harus juga diutamakan. 

Setiap pribadi anak bangsa yang sehat jasmani-rohani  akan memiliki peluang untuk mengembangkan bakat atau minatnya melalui proses belajar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karena itu, PPHN mewajibkan pemerintah menempatkan pembangunan kesehatan sebagai prioritas. 

‘’Pemerintah harus dan wajib mendorong setiap anak bangsa memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,’’ ucapnya.

Segenap komponen bangsa bergegas beradaptasi dengan perubahan zaman yang ditandai dengan digitalisasi pada berbagai aspek kehidupan.

Namun, sebagian anggota masyarakat yang lemah dan kekurangan belum terjangkau oleh program pembangunan SDM. 

Mereka masih harus bergulat untuk sekadar dapat memenuhi kebutuhan dasar, termasuk layanan kesehatan.

Karena pembangunan SDM belum menjangkau semua elemen masyarakat, Indonesia masih mencatatkan angka kematian yang tinggi pada ibu dan bayi. 

Tidak sedikit pula jumlah Balita (bayi di bawah lima tahun) yang gagal tumbuh ideal karena menderita kekurangan gizi kronis (stunting).

Pada tahun-tahun terakhir ini, puluhan ribu anak berstatus putus sekolah karena beberapa alasan.

Pemerintah dan masyarakat pada umumnya tidak boleh tutup mata terhadap rangkaian fakta ini. 

Fakta-fakta itu sekadar mengonfirmasi bahwa mereka yang lemah dan berkekurangan patut mendapatkan perhatian dan empati dari negara dan masyarakat. 

Untuk alasan itu, MPR RI menetapkan PPHN tentang pembangunan SDM sebagai  agenda atau program prioritas.

Dalam beberapa kesempatan, pemerintah sering mengonfirmasi bahwa angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi. 

Pada November 2021, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bahkan mengingatkan bahwa angka kematian ibu dan bayi mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. 

Kenaikannya sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Data dari Kementerian Kesehatan pada 2020, disebutkan jumlah angka kematian ibu bertambah 4.627 kasus.

Kecenderungan itu sepertinya terkonfirmasi di Jawa Timur. Pada Desember 2021,  kematian ibu hamil dan bayi di Jawa Timur mencapai 1.127 kasus.

Selain itu, data Sampling Registration System (SRS) pada tahun 2018 melaporkan bahwa sekitar 76 persen kematian ibu terjadi di fase persalinan dan pasca persalinan.Dan, lebih dari 62 persen kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit.

Pada 2020, kematian balita mencapai 28.158 jiwa. Dari jumlah itu, 20.266 Balita (71,97 persen) meninggal dalam rentang usia 0-28 hari (neonatal). 

Sebanyak 5.386 balita (19,13 persen) meninggal dalam rentang usia 29 hari-11 bulan (post-neonatal). 

Sebanyak 2.506 balita (8,9 persen) meninggal dalam rentang usia 12-59 bulan. Sekitar 35,2 persen kematian Balita neonatal disebabkan berat badan terbilang rendah saat lahir.

Masih terkait kesehatan Balita adalah persoalan stunting atau kekurangan gizi yang menyebabkan bayi gagal tumbuh ideal. 

Menurut data hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia masih di angka 24,4 persen.Meskipun angkanya cenderung turun dari  tahun ke tahun, masalah ini hendaknya tidak disederhanakan.

Aspek lain dari pembangunan SDM yang harus segera ditangani adalah nasib puluhan ribu anak yang putus sekolah. Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada 2021 tak kurang dari 75.303 orang anak putus sekolah.

Jumlah terbanyak anak putus sekolah tercatat di tingkat sekolah dasar (SD), mencapai 38.716 anak. Pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP),  jumlah anak putus sekolah tercatat 15.042 anak. Dan, pada tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK), tercatat 12.063 orang anak putus sekolah.

Rangkaian masalah ini tersebar di berbagai daerah. Semua pemerintah daerah (pemda) diharapkan peduli terhadap persoalan-persoalan itu. 

Jika setiap pemda peduli, semua permasalahan itu bisa ditangani, karena Pemda memiliki sumber daya yang lebih dari cukup.

‘’Keseluruhan aspek pembangunan SDM ini tidak boleh diabaikan. Karena itu, PPHN akan mewajibkan pemerintah pusat dan daerah konsisten dengan program yang berkaitan dengan pembangunan SDM,’’ ucapnya. (mrk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler