jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) proaktif menyelidiki putusan bebas Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, terhadap terdakwa narkoba Syamsul Rijal.
Sahroni menilai putusan itu menjadi anomali dan mencederai semangat pemberantasan narkotika yang sejak awal diusung pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
BACA JUGA: Pernyataan Resmi Pak SBY soal Bu Ani Yudhoyono yang Menderita Kanker Darah
Terlebih Ketua MA Hatta Ali telah menekankan jajarannya perihal narkoba sebagai kasus prioritas.
Sahroni mengatakan berdasar informasi yang diterimanya, Polri dan Kejaksaan sebenarnya memberikan bukti lengkap mengenai jaringan tersebut. Namun, hakim akhirnya menjatuhkan vonis bebas.
BACA JUGA: Mendikbud Minta Guru dan Siswa Teken Kontrak Belajar
"Saya takjub dengan putusan tersebut, ini tak sesuai dengan ketegasan pemerintah atas pemberantasan narkoba,” ungkap Sahroni, Rabu (13/2).
Politikus Partai Nasdem itu mendorong KY menyelidiki untuk memastikan ada tidaknya dugaan permainan putusan bebas bandar narkoba tersebut.
BACA JUGA: Pak Basuki Bantah Tarif Tol di Indonesia Paling Mahal di Asia Tenggara
Tujuannya, kata Sahroni, supaya masyarakat mengerti apakah vonis bebas itu karena sesuatu hal atau memang karena bukti dan dakwaan yang lemah.
“Komisi Yudisial dan Bawas MA harus proaktif memantau peradilan kasus besar, termasuk vonis bebas untuk bandar narkoba 3,4 kg sabu yang banyak pihak nilai janggal ini. KY dan Bawas MA harus memastikan apakah ada dugaan hakim yang bermain dalam kasus ini atau tidak,” ungkap Sahroni.
Selain KY, politisi NasDem yang kembali menjadi Caleg dari Dapil Jakarta III ini juga meminta pimpinan Polri dan kejaksaan untuk melakukan penyelidikan internal terhadap anggota yang menyidik hingga membuat tuntutan terhadap Syamsul Rijal.
“Kapolri dan Jaksa Agung juga harus memerintahkan jajarannya melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Pastikan apakah memang penyidikan hingga dakwaan ada bermasalah dan berdampak pada lemahnya bukti. Apakah ada jajarannya yang bermain mata dalam kasus ini,” pesan Sahroni.
Seperti diberitakan, Syamsul Rijal alias Kijang ditangkap di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia pada September 2018.
Sebelumnya, sejak April 2016, Syamsul menjadi buronan pascapenangkapan empat tersangka yakni Brigpol Supardi, Edy Wilow, Haris, dan Brigpol Eddy Chandra yang keseluruhannya telah divonis 16 tahun penjara.
Barang bukti sabu-sabu seberat 3,4 kg milik jaringan ini diperoleh jajaran Polres Pinrang pada 7 April 2016 lalu di rumah orang tua Supardi di Kampung Kanni Kecamatan Paleteang Kabupaten Pinrang.
Syamsul Rijal yang tercatat sebagai warga jalan Bintang,Kelurahan Pacongan, Kecamatan Watang Sawitto, Kabupaten Pinrang juga disebut sebagai bandar besar yang terkait jaringan Hendra (kasus 5 kg sabu), dan Cullang tersangka yang telah ditembak mati oleh polisi.
Setelah diteliti jaksa, Kamis 11 Oktober 2018 berkas perkara pria berusia 32 tahun tersebut masuk ke pengadilan dengan nomor Perkara1434/Pid.Sus/2018/PN Mks dengan jaksa penuntut umum (JPU) Andi Hariani Gali.
Syamsul dituntut enam tahun penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp 1 miliar subsider dua bulan penjara.
Namun, Selasa 8 Januari 2019, majelis hakim yang terdiri atas Mona Rika Pandegirot, Cenning Budiana dan Aris Gunawan menjatuhkan vonis bebas. Putusan ini ditanggapi JPU dengan pengajuan kasasi ke MA, Senin 21 Januari lalu.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Makassar, Ulfadrian, kepada media mengungkapkan memastikan bukti diajukan ke pengadilan sama dengan yang diserahkan oleh pihak kepolisian. Dirinya mengamini pengajuan permohonan kasasi ke Kejati pascaputusan tersebut. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bea Cukai Ajak Kementerian Lembaga Bahas Rencana Penyusunan AHTN 2022
Redaktur & Reporter : Natalia