JAKARTA - Upaya restrukturisasi kredit macet di bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus dilakukan. Bank pelat merah pun siap mengambil sikap tegas terhadap debitor atau pengutang yang membandel.
Ketua Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) yang juga Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Gatot M. Suwondo mengatakan, pihaknya akan bersikap tegas terhadap debitor yang sebenarnya dinilai memiliki kemampuan membayar kredit macet, namun tetap tidak mau membayar. "Untuk (debitor) yang bandel, kami akan bawa ke ranah hukum dan akan terpublikasikan saat public expose," ujarnya saat rapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (11/4).
Pernyataan tersebut merupakan jawaban atas permintaan Anggota Komisi XI DPR Edison Betaubun yang meminta kepada banki-bank BUMN untuk mempublikasikan debitor-debitor, khususnya perusahaan besar, yang sengaja memperulit penagihan tunggakan kredit. "Itu penting agar publik tahu dan menjadi efek jera bagi para debitor nakal," katanya.
Menurut Gatot, dalam mekanisme penagihan kredit macet, perbankan akan melakukan upaya penagihan, restrukturisasi, hingga eksekusi aset yang menjadi jaminan kredit. "Kami akan mengambil jalur hukum, kami bawa ke pengadilan," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini bank-bank BUMN memang terbebani piutang berupa kredit macet yang menggunung dengan total Rp 70 triliun. Itu terdiri dari kredit macet Bank Mandiri Rp 32,75 triliun, BNI Rp 22 triliun, BRI Rp 14,53 triliun, dan BTN Rp 743 miliar.
Saat ini, bank-bank BUMN tengah bersiap melakukan hapus tagih (hair cut) atas sebagian kredit macet tersebut. Sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing bank, ada Rp 10,03 triliun kredit yang akan dihapus tagih. Namun, proses hapus tagih tersebut masih terganjal karena belum adanya persetujuan dari DPR.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz mengatakan, DPR masih berpendapat bahwa hapus tagih kredit macet bank BUMN baru bisa dilakukan setelah pemerintah dan DPR menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keuangan Negara. "Jadi, kalau undang-undang belum selesai dan Bapak-bapak (direksi bank BUMN) melakukan hapus tagih, risiko ditanggung sendiri," ujarnya.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengakui, restrukturisasi kredit melalui hapus tagih sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki kinerja finansial bank BUMN akibat kredit macet yang sudah bertahun-tahun tidak tertagih. "Karena itu, kami akan menunggu dulu (UU selesai), sebab kalau tidak ada payung hukum yang jelas, kami nanti malah dituduh korupsi karena merugikan keuangan negara," jelasnya. (owi)
Ketua Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) yang juga Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Gatot M. Suwondo mengatakan, pihaknya akan bersikap tegas terhadap debitor yang sebenarnya dinilai memiliki kemampuan membayar kredit macet, namun tetap tidak mau membayar. "Untuk (debitor) yang bandel, kami akan bawa ke ranah hukum dan akan terpublikasikan saat public expose," ujarnya saat rapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (11/4).
Pernyataan tersebut merupakan jawaban atas permintaan Anggota Komisi XI DPR Edison Betaubun yang meminta kepada banki-bank BUMN untuk mempublikasikan debitor-debitor, khususnya perusahaan besar, yang sengaja memperulit penagihan tunggakan kredit. "Itu penting agar publik tahu dan menjadi efek jera bagi para debitor nakal," katanya.
Menurut Gatot, dalam mekanisme penagihan kredit macet, perbankan akan melakukan upaya penagihan, restrukturisasi, hingga eksekusi aset yang menjadi jaminan kredit. "Kami akan mengambil jalur hukum, kami bawa ke pengadilan," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini bank-bank BUMN memang terbebani piutang berupa kredit macet yang menggunung dengan total Rp 70 triliun. Itu terdiri dari kredit macet Bank Mandiri Rp 32,75 triliun, BNI Rp 22 triliun, BRI Rp 14,53 triliun, dan BTN Rp 743 miliar.
Saat ini, bank-bank BUMN tengah bersiap melakukan hapus tagih (hair cut) atas sebagian kredit macet tersebut. Sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing bank, ada Rp 10,03 triliun kredit yang akan dihapus tagih. Namun, proses hapus tagih tersebut masih terganjal karena belum adanya persetujuan dari DPR.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz mengatakan, DPR masih berpendapat bahwa hapus tagih kredit macet bank BUMN baru bisa dilakukan setelah pemerintah dan DPR menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keuangan Negara. "Jadi, kalau undang-undang belum selesai dan Bapak-bapak (direksi bank BUMN) melakukan hapus tagih, risiko ditanggung sendiri," ujarnya.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengakui, restrukturisasi kredit melalui hapus tagih sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki kinerja finansial bank BUMN akibat kredit macet yang sudah bertahun-tahun tidak tertagih. "Karena itu, kami akan menunggu dulu (UU selesai), sebab kalau tidak ada payung hukum yang jelas, kami nanti malah dituduh korupsi karena merugikan keuangan negara," jelasnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Non Bank Wajib Lapor Tiap Bulan
Redaktur : Tim Redaksi