jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Dradjad Hari Wibowo menggambarkan bahwa tekanan terhadap rupiah sebagai bentuk ketidakpercayaan pelaku pasar pada pemerintah dalam menangani wabah virus Corona (Covid-19).
Diketahui, nilai tukar rupiah Kamis pagi (19/3), pukul 10.02 WIB, terus bergerak melemah ke level Rp 15.387 per dolar AS. Sementara beberapa bank di Indonesia sudah menjual satu dolar AS di angka Rp 16.000.
BACA JUGA: Bank Jual Dolar Sudah Tembus Rp 16.000, Simak Daftarnya
"Anjloknya rupiah secepat itu menunjukkan pelaku pasar tidak percaya dengan cara yang ditempuh Indonesia dalam mencegah atau menangani wabah covid-19. Akibatnya, mereka berspekulasi sangat negatif terhadap ekonomi Indonesia. China yang begitu kuat ekonominya saja merosot drastis karena corona," ucap Dradjad menjawab jpnn.com, Kamis.
Di sisi lain, katanya, tanpa terkena wabah covid-19 pun, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh di bawah 5%. Itu saat corona baru melanda China. Bahkan dirinya pernah menyatakan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya di kisaran 4,3%-4,8%.
BACA JUGA: Pemerintah Berencana Pakai Jasa Ojek Online, Gojek dan Grab Siap-siap ya
"Bagaimana jika ada wabah? Entahlah. Mudah-mudahan tidak," tukas mantan pejabat BIN tersebut.
Dengan situasi seperti itu, Dradjad menilai bahwa secara alami investor asing di pasar keuangan Indonesia kabur. Flight to safety, kabur mencari tempat aman. Begitu asing kabur, pelaku domestik pun ikut-ikutan, sehingga menimbulkan efek spiral.
BACA JUGA: Social Distancing: Pengemudi Ojek Online, Silakan Taruh Makanan di Depan Pintu
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan supaya Presiden Jokowi harus memutuskan untuk lebih mengutamakan penanganan Covid-19, dibanding dampak ekonominya.
"Jadi seperti yang sering saya suarakan, Indonesia harus ambil prioritas yang benar. Yaitu, cegah wabah corona dulu. Ekonomi menyusul kemudian," tandasnya. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam