Bantah Anak Buah, Trump Setuju Kerja Sama Militer dengan Filipina Disetop

Kamis, 13 Februari 2020 – 20:25 WIB
Presiden AS Donald Trump ingin berperang dengan Iran. Foto: Reuters

jpnn.com, WASHINGTON - Bukan Donald Trump namanya kalau tidak melakukan tindakan kontroversial yang bikin geleng-geleng kepala. Di saat anak buahnya khawatir akan rencana Filipina mengakhiri perjanjian militer, presiden Amerika Serikat itu justru mengaku dengan senang hati menerimanya.

Seperti diketahui, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah mengumumkan pemutusan Perjanjian Kunjungan Pasukan (VFA) yang telah berusia dua dekade.

BACA JUGA: Palestina: Usulan Damai Trump Berisi 300 Pelanggaran Hukum Internasional

Menteri Pertahanan AS Mark Esper menyebut keputusan itu mencederai upaya Washington dan sekutunya dalam menekan Tiongkok agar mematuhi aturan internasional di Asia. Kedutaan Besar AS di Manila menyebutnya sebagai langkah serius dengan implikasi yang signifikan.

Namun, bagi Trump pembatalan perjanjian itu justru berdampak positif bagi Amerika Serikat. "Saya tidak keberatan jika mereka ingin melakukan itu, itu akan menghemat banyak uang," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, Rabu (12/2).

BACA JUGA: Xi Jinping Minta Donald Trump Percaya Kemampuan Tiongkok

Trump sering menyatakan keinginan untuk membawa pasukan militer AS pulang dari pengerahan selama puluhan tahun di luar negeri dan memiliki beberapa sekutu bersenjata yang kuat untuk membayar lebih banyak untuk hak pertahanan AS. Trump mengatakan Amerika Serikat telah membantu Filipina mengalahkan kelompok militan ISIS.

Keputusan Duterte dapat menyulitkan kepentingan militer AS di wilayah Asia-Pasifik yang lebih luas saat ambisi Tiongkok meningkat. Beberapa senator Filipina dengan cepat berusaha untuk memblokir langkah itu, dengan alasan Duterte tidak punya hak untuk secara sepihak membatalkan pakta internasional yang telah diratifikasi oleh senat negara itu.

BACA JUGA: Donald Trump Umumkan AS Telah Membunuh Pemimpin AQAP, Jaringan Mematikan Alqaeda

Mengakhiri VFA mempersulit upaya Washington untuk mempertahankan kehadiran pasukan Asia-Pasifik di tengah gesekan atas kehadiran personel AS di Jepang dan Korea Selatan dan kekhawatiran keamanan tentang Tiongkok dan Korea Utara.

Esper merujuk periode sebelum keputusan Duterte mulai berlaku ketika berbicara kepada wartawan pada Selasa. "Seratus delapan puluh hari. Kita harus mengatasinya, dan kita akan mengambil napas dalam-dalam dan mengambilnya satu hari pada suatu waktu. Saya tidak terlalu bersemangat tentang hal-hal ini. Kami memiliki proses yang harus kami selesaikan," ucap dia.

Beberapa anggota parlemen di Filipina prihatin bahwa tanpa VFA, dua pakta lain yang membentuk aliansi AS yang sudah lama ada dengan Manila tidak akan relevan, yaitu Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan 2014 yang dibuat di bawah pemerintahan Obama, dan Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951.

Para pendukung perjanjian mengatakan mereka telah membantu mencegah militerisasi Tiongkok di Laut China Selatan dan USD 1,3 miliar bantuan pertahanan AS sejak tahun 1998 sangat penting dalam meningkatkan kemampuan pasukan Filipina yang kekurangan sumber daya. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler