“Itu bukan dan belum menjadi indikasi korupsi. Ini perlu pembuktian lebih lanjut. Kalau korupsi itu indikasinya seperti menguntungkan pribadi, melawan hukum dan merugikan negara,” ungkap Haryono Umar ketika dihubungi melalui telepon selularnya di Jakarta, Rabu (5/9).
Haryono menjelaskan, informasi yang diterima oleh Kemdikbud hingga saat ini juga tidak menjurus ke arah indikasi korupsi. Bahkan menurutnya, laporan BAKN DPR tersebut masih hanya sebatas buruknya pengelolaan administrasi dan laporan keuangan di beberapa PTN.
“Jadi hanya sebatas informasi mengenai buruknya administrasi keuangan di PTN saja. Tidak benar jika dikaitkan dengan dugaan penyimpangan atau korupsi,” ujar mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Seperti diketahui, isu dugaan korupsi di 16 PTN mencuat menyusul adanya hasil analisa BAKN DPR atas hasil audit BPK terhadap 16 PTN dan 3 Direktorat Jenderal di Kemdikbud. Hasil telaah BAKN menemukan adanya penyimpangan proses penganggaran pengadaan barang dan jasa Kemendikbud dari sejak perencanaan hingga pelaksanaan.
Namun Haryono menegaskan, masalah administrasi yang sebenarnya terjadi dalam laporan tersebut salah satunya adalah pembayaran denda keterlambatan yang harus dibayar oleh kontraktor. Sehingga, hal tersebut masuk dalam temuan BPK.
“Sampai saat ini proses pembayaran denda itu memang belum selesai dan baru mencapai 50 persen. Tapi ada juga perusahaan yang bekerjasama dengan PTN tidak mau membayar denda itu karena beralasan semua yang dikerjakan sudah sesuai aturan hukum yang ada,” paparnya.
Karenanya, lanjut Haryono, saat ini Kemdikbud terus mendorong PTN untuk segera memperbaiki dan menyelesaikan masalah administrasi yang ada. “Biarkan mereka (PTN) membenahi persoalan administrasinya dulu,” imbuhnya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Siapkan Dana Abadi Pendidikan Rp10 T
Redaktur : Tim Redaksi