jpnn.com, JAKARTA - Polisi telah menyimpulkan kematian editor Metro TV Yodi Prabowo diduga kuat karena bunuh diri.
Meski demikian, kriminolog Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi meragukan kesimpulan polisi.
BACA JUGA: Fakta-fakta Temuan Polisi Atas Kematian Editor Metro TV, Nomor Empat...
Menurutnya, kesimpulan itu masih menjadi teka-teki Yodi mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
“Itu masih teka-teki dari yang sebelumnya kan bukti (dugaan pembunuhan) banyak. Jadi rilis terakhir jadi adegan teki-teki,” kata Simon seperti dilansir Pojoksatu, Minggu (26/7).
BACA JUGA: Simak Pengumuman Penting dari Kombes Tubagus Ade soal Kasus Pembunuhan Editor Metro TV
Menurut Simon, jika dilihat dari luka tusukan korban, sama sekali tidak mengarah kepada tindakan nekat korban melakukan bunuh diri.
“Kalau melihat hasil forensiknya, artinya agak dipertanyakan kalau dilakukan seorang diri apalagi bunuh diri,” ungkapnya.
BACA JUGA: Risma Mendadak Turun dari Mobil Setelah Melihat Puluhan Remaja, Dapat Hukuman
Kendati demikian, Simon tak berani menyimpulkan jumlah pelaku pembunuh korban.
“Saya tidak berani menyimpulkan ya (pelaku pembunuh). Mungkin itu pengalaman atau ranah dokter forensik itu ya,” ungkapnya.
Selain itu, ahli kriminolog ini juga menampik temuan penyidik yang menyebut korban melakukan perbuatan nekat lantaran dalam pengaruh narkoba.
“Kalau dia dikatakan depresi menggunakan narkoba, tentu dia tidak melakukan sikap yang ada saat ini. Pasti dia sudah ada di tempat-tempat, seperti dalam pengawasan rumah sakit,” jelasnya.
“Bagi saya dia tidak berada dalam depresi yang sangat tinggi. Jadi kalau bunuh diri tidak menunjukkan ke situ,” ungkapnya.
Simon menilai kesimpulan kepolisian jika Yodi Prabowo meninggal karena bunuh diri membuat masyarakat bertanya-tanya.
Pasalnya, temuan awal polisi menyebut bahwa tusukan di dada dan di leher Yodi Prabowo diduga mengarah kepada tindak kejahatan pembunuhan.
“Apa yang dirilis terakhir agak berbeda dengan opini yang berkembang selama ini. Kok enggak sesuai,” kata Simon.
Kesimpulan polisi korban bunuh diri harus dijelaskan secara detail. Apalagi, opini yang berkembang di tengah masyarakat bahwa memang menjadi korban pembunuhan.
“Tetapi buat saya persoalannya polisi itu harus menjelaskan kenapa bisa ada perbedaan opini. Polisi harus menjawab. Ini kan kontradiksi,” ungkapnya.
“Gimana nih. Bukannya makin memperjelas. Malah membuat teka-teki baru,” bebernya.
Polda Metro Jaya telah menyimpulkan Yodi Prabowo meninggal diduga kuat karena bunuh diri.
Berdasarkan psikologi forensik, ada empat luka tikaman. Tiga kali tikaman dangkal dua centimeter dan satu kali tikaman menembus paru-paru. Temuan itulah menjadi kesimpulan korban bunuh diri.
“Berdasarkan psikologi forensik, setiap orang yang bunuh diri ada luka percobaan bunuh diri. Dalam kasus ini, luka dangkal itu (buktinya),” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat, Sabtu (25/7).
Tubagus mengatakan, ada beberapa hal yang menguatkan dugaan bahwa Yodi Prabowo bunuh diri.
Di antaranya pisau yang digunakan untuk menikam dada dan leher dibeli langsung oleh korban di Ace Hardware.
Selain itu, barang pribadi korban tidak ada yang hilang. Kemudian tidak ditemukan tanda kehadiran orang lain di lokasi penemuan jenazah Yodi.
Jenazah Yodi Prabowo ditemukan warga di pinggir Tol JORR di Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, pada Jumat (10/7). Jenazah Yodi ditemukan oleh bocah di sekitar lokasi.
Dari hasil autopsi terhadap jenazah Yodi, terungkap bahwa luka robek di bagian leher menjadi penyebab utama kematian laki-laki berusia 26 tahun itu. (fir/pojoksatu)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti