jpnn.com - jpnn.com - Bank Indonesia (BI) mencatat, sudah cukup banyak perusahaan yang melakukan lindung nilai (hedging).
Namun, masih sedikit korporasi yang memitigasi risiko dalam bentuk credit rating.
BACA JUGA: Pertumbuhan Kredit Bertengger di Angka 13,1 Persen
Pada kuartal III 2016, dari 2.700 perusahaan yang menyampaikan laporan utangnya, sebanyak 94,7 persen sudah melakukan hedging (tenor 3–6 bulan). Sebanyak 92,8 persen sudah melakukan hedging dengan jangka waktu (tenor) 0–3 bulan.
Untuk tenor 0–3 bulan, nilai hedging perusahaan pada bank domestik mencapai USD 3,8 miliar dan bank asing USD 300 juta.
Nilai hedging perusahaan di bank domestik sekaligus bank asing sebesar USD 100 juta.
Untuk tenor 3–6 bulan, nilai hedging perusahaan di bank domestik sebesar USD 1,3 miliar. Hedging pada bank asing mencapai USD 200 juta.
Di sisi lain, nilai hedging perusahaan di bank asing dan domestik sebesar USD 100 juta.
Meski demikian, masih banyak perusahaan hedging yang belum melakukan credit rating.
Berdasar data BI, sekitar 27 persen perusahaan belum melakukan credit rating.
’’Padahal, ini dilakukan untuk menjaga supaya tidak overleveraged (meminjam terlalu besar),’’ kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo, Selasa (7/3).
Bank Indonesia melalui Peraturan BI Nomor 16/21/PBI 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (KPPK) mengatur korporasi harus memenuhi beberapa syarat untuk melakukan utang luar negeri.
Misalnya, rasio likuiditas minimal 70 persen dari yang awalnya diperbolehkan 50 persen saja pada 2015.
Korporasi juga harus melakukan hedging di bank dan mempunyai credit rating minimal BB- (untuk utang luar negeri yang ditandatangani sejak 1 Januari 2016).
Sebagian besar perusahaan yang belum melakukan credit rating adalah perusahaan skala kecil yang bergerak di sektor manufaktur dan perdagangan.
Menurut Dody, credit rating cukup rendah karena masih banyak korporasi yang menganggapnya tidak bersifat mandatory (wajib).
’’Ini kurang sosialisasi. Kami akan coba terus untuk lebih informatif soal ini,’’ ujarnya.
Fungsi credit rating sama pentingnya dengan hedging, yaitu memitigiasi risiko dari sisi leverage.
Credit rating berfungsi memitigasi risiko gagal bayar.
Dengan rating, akan ada penilaian kemampuan debitur yang menilai surat utangnya layak atau tidak.
Dody menyatakan, perusahaan yang belum melakukan credit rating tidak hanya dikenai sanksi dari sisi keuangan.
Namun, BI juga bakal menegur bank yang menjadi kreditornya atau instansi terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
’’Adanya peringatan dari BI tentang credit rating ini sebenarnya juga menjadi catatan buruk bagi bank yang bersangkutan,’’ terang Dody. (rin/c14/noe)
Redaktur & Reporter : Ragil