jpnn.com, JAKARTA - Pengamat sepak bola nasional Rikki Daulay menyoroti pernyataan Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan yang mengaku lalai mengawal aksi kekerasan oleh oknum suporter di area Stadion GBK saat Timnas Indonesia kontra Thailand di laga lanjutan Piala AFF 2022, beberapa waktu lalu.
Menurut Rikki, tragedi Kanjuruhan yang mengorbankan 135 nyawa dinilai sebagai akibat “kelalaian” oleh PSSI terhadap aksi kekerasan di sepak bola.
BACA JUGA: Filipina vs Indonesia: Tuan Rumah Kerahkan Suporter, Ada yang Diberi Tiket Gratis
Dia menilai PSSI tidak belajar dari tragedi tersebut sehingga muncul aksi kekerasan serupa yang menimpa bus yang mengangkut pemain Thailand.
Rentetan aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia, kata Rikki Daulay, merupakan kelalaian PSSI yang terus berulang.
BACA JUGA: Nadeo Argawinata Bicara Fasilitas Berkelas dari Ketum PSSI di Piala AFF 2022, Apa Saja?
Masalahnya terletak dari pimpinan di tubuh PSSI diisi oleh orang yang tidak profesional.
“Saya lebih setuju dengan kalimat kelalaian. Saya berpendapat PSSI itu lalai sehingga banyak terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kenapa bisa lalai? Karena PSSI belum diisi oleh kalangan profesional,” kata Rikki Daulay lewat keterangan tertulisnya, Senin (2/1).
BACA JUGA: Filipina vs Indonesia: Shin Tae Yong Bicara soal Balas Budi kepada PSSI, Waduh
Menurut mantan pemain Persikota Tangerang ini, aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia sudah sering terjadi.
Namun, PSSI sebagai penanggung jawab utama sepak bola Indonesia harusnya mengetahui hal tersebut dan bisa meminimalisir kejadian-kejadian tersebut agar tidak lagi terulang.
“Memang tidak mudah untuk mengontrol semua aksi supporter, tetapi harusnya itu sudah bisa diminimalisir. Minimal ada skenario mitigasi kerumunan supporter,” ucapnya.
Untuk itu, Rikki Daulay sepakat dengan desakan publik agar dilakukan revolusi total kepada organisasi dan khususnya pengurus PSSI sekarang.
Sebab, dia ragu jika perubahan yang signifikan dapat terwujud apabila orang-orang yang mengurus sepak bola di Indonesia ke depannya adalah orang-orang yang sama yang mengabaikan standar keselamatan dan keamanan sebelumnya.
“Sudah sangat layak PSSI di revolusi total secara menyeluruh agar sepak bola Indonesia tidak identik dengan kerusuhan dan jatuhnya korban,” tegasnya.
Menurut Rikki, sebelum aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia ini terjadi di kasus Kanjuruhan Malang hingga pelemparan bus pemain Timnas Thailand, aksi serupa juga sudah terjadi sejak lama seperti yang kejadian di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Suporter masuk ke lapangan dan merusak fasilitas lapangan.
Aksi ini tidak menelan korban jiwa atau korban luka, tetapi aksi-aksi semacam ini harusnya sudah bisa dipetakan atau dimanilisir oleh PSSI agar tidak terulang ke depan.
Namun, hal itu tak mampu dilakukan oleh PSSI hingga terjadi lagi di Stadion Kanjuruhan Malang yang menelan 135 korban jiwa, dan pelemparan bus pemain Timnas Thailand di area stadion GBK.
“Aksi di kandang Persebaya dan Kanjuruhan menurut saya distimulus oleh hal yang sama, yakni tim tuan rumah kalah dengan tim tamu, sehingga suporter tuan rumah mengamuk. Untuk itu, perlu sosialisasi edukasi terhadap supporter tim untuk menegakkan fairplay,” ujarnya.
“Dan, ini tugas utama PSSI untuk mengedukasi para supporter. Serta dengan pola seperti diatas, PSSI harus lebih menyiapkan skenario yang lebih baik lagi untuk penanganan supporter tuan rumah yang mengamuk jika timnya kalah,” ujarnya.
Untuk itu, rentetan kejadian kekerasan di sepak bola Indonesia selama ini bukan saja terjadi di kepengurusan PSSI saat ini, tetapi sudah lama dan itu belum bisa diselesaikan.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari