Banyak yang Tersesat Doktrin, Malah Jadi Korban Propaganda Teroris

Senin, 05 April 2021 – 22:34 WIB
Ilustrasi tersangka kasus diborgol. Foto: ANTARA/Irsan Mulyadi

jpnn.com, JAKARTA - Kolaborasi erat antara pemerintah dengan masyarakat diperlukan untuk mencegah penyebaran terorisme di Indonesia.

Menurut pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta, pemerintah perlu memperkuat kapasitas masyarakat dan menjalin komunikasi secara terus menerus.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Lho Pemerintah Menyubsidi Orang Kaya? PPPK tidak Aman, Moeldoko Difitnah

"Kolaborasi antara state actor dan non state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme, karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh pemerintah," kata Stanislaus pada Senin (5/4).

Stanislaus mengatakan kunci pencegahan kelompok intoleran ada di masyarakat, terutama keluarga. Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.

BACA JUGA: Ada Tudingan FPI Terlibat dengan Teroris, Aziz Ungkit soal OPM

"Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme," katanya.

Stanislaus berpendapat radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Keberadaan tekonologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapapun tanpa mengenal batas dan jarak.

BACA JUGA: Densus 88 Antiteror Amankan 60 Terduga Teroris

"Selain itu, kelompok ini (teroris) menggunakan dalil-dalil dan propaganda ideologis sehingga ketika berhasil melakukan doktrinasi, ideologi tersebut akan sangat sulit diubah," ujar
Stanislaus.

Dia mengatakan kelompok transnasional seperti ISIS dan Alqaeda memang tujuan utamanya politik, yakni meraih kekuasaan.

Kelompok transnasional menggalang massa dengan doktrinasi ideologi. Meski bergerak sendiri, orang bisa terpapar doktrin dengan alasan merasa ada kesamaan ideologi.

"Banyak orang yang mudah terpapar dan bergerak sendiri karena ideologi. Mereka bisa disebut korban propaganda dan diperalat kelompok besar," tutur Stanislaus.

Presiden Joko Widodo sudah meneken Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah kepada Aksi Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024.

Dalam Perpres tersebut, masyarakat dipersilakan melapor ke polisi jika mencurigai adanya individu atau kelompok ekstremis sebagai bentuk deteksi dini agar kelompok intoleran tidak membesar.

Sebab jika ekstremisme dibiarkan, berpotensi memunculkan sikap intoleran dan radikal. 

Stanislaus berharap Perpres Nomor 7 Tahun 2021 benar-benar diterapkan. "Untuk memastikan efektivitasnya," katanya.(flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler