Basarah MPR: Pemerintah Harus Kompak Jaga Kedaulatan NKRI di Perairan Natuna

Sabtu, 04 Januari 2020 – 14:10 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah mendukung penuh sikap Kementerian Luar Negeri RI, Bakamla dan seluruh jajaran TNI di dalam menyikapi aksi kapal RRT yang memasuki secara ilegal perairan Natuna. Pasalnya, perairan Natuna merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah ditetapkan melalui Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut pada tahun 1982 atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

“Tugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tidak bisa ditawar-tawar. Sikap Menteri Luar Negeri Indonesia, Bakamla, dan seluruh jajaran TNI sangat patriotik untuk tidak memberikan toleransi sedikitpun bagi kapal asing tanpa ijin menerobos wilayah kedaulatan NKRI,” ujar Ahmad Basarah, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Nasional GM FKPPI itu dalam keterangan persnya, Sabtu (4/1/2020).

BACA JUGA: Berita Terbaru Seputar Pasukan Siaga Tempur Pengamanan Laut Natuna

Ketegasan Kementerian Luar Negeri bersama Bakamla dan TNI tersebut menjadi bukti bahwa di dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, Indonesia tidak pernah kompromi dan mundur sedikitpun.

“Terlebih apa yang dilakukan untuk melindungi kedaulatan teritorial NKRI tersebut juga sesuai hukum internasional,” lanjut dosen Ketahanan Paska  Sarjana Universitas Brawijaya Malang tersebut.

BACA JUGA: Kronologis Insiden di Natuna yang Sampai Membuat TNI Siaga Tempur

Ketegasan ini juga sesuai dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu untuk melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia termasuk di dalamnya melindungi kedaulatan territorial NKRI berdasarkan hukum yang berlaku termasuk hukum internasional.

Ahmad Basarah juga menegaskan bahwa RRT sebagai bagian bangsa-bangsa dunia yang hidup dalam pergaulan internasional wajib tunduk pada hukum Internasional termasuk terhadap The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) mengingat RRT adalah anggota dari UNCLOS 1982. Sebagai anggota UNCLOS 1982 RRT tidak bisa membuat aturan hukum sendiri terkait hukum laut yang bertentangan dengan UNCLOS 1982.

BACA JUGA: Bamsoet: Tindak Tegas Setiap Pelanggaran Kedaulatan Indonesia di Natuna

Menurutnya, klaim sepihak RRT atas perairan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatan China berdasarkan aturan nine dash-line China yang dibuat pemerintah RRT tidaklah dapat mengikat negara-negara lain termasuk Indonesia. Bagi Indonesia keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) tahun 2016 sebagai pelaksanaan UNCLOS 1982 dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan China yang putusannya tidak mengakui dasar klaim China atas 9 garis putus maupun konsep traditional fishing right adalah mengikat semua negara termasuk China.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai dan ingin hidup berdampingan dengan negara-negara lain di dunia secara damai dan bersahabat, namun bangsa Indonesia lebih mencintai kedaulatan dan kehormatan bangsa dan negaranya jika ada negara lain yang ingin menggangu kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI.

“Kami meminta agar seluruh pejabat pemerintah Republik Indonesia satu bahasa dan satu sikap mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri RI dalam mensikapi kedaulatan NKRI di perairan Natuna. Semua unsur Pemerintah harus kompak dan jangan ada sikap abu-abu dalam hal menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI,” tutup Ketua DPP PDIP Bidang Luar Negeri tersebut,” katanya.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler