jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyatakan Presiden Joko Widodo perlu mempertimbangkan memberi grasi kepada terpidana perkara bom Bali Ali Imron.
Dia menilai Ali Imron yang saat ini sering diundang di forum diskusi, seminar, maupun webinar, sebagai narasumber dan menceritakan penyesalan atas perbuatan yang pernah dilakukan, serta mengajak para mantan untuk kembali ke jalan yang benar, bisa menjadi role model kampanye deradikalisasi yang efektif di tengah maraknya propaganda radikalisme dan terorisme.
BACA JUGA: Ali Imron ke DPR, Beber Cara Perangi Teroris
‘’Mendengar penyesalan dan semua penjelasan Ali Imron dalam setiap ceramahnya bahwa pemahaman jihad yang pernah dia pilih tidak sesuai dengan ajaran Islam, saya yakin hal tersebut bisa menjadi referensi bagi para teroris atau calon teroris untuk kembali ke jalan Islam yang rahmatan lil alamin,” kata Ahmad Basarah, dalam webinar ‘’Menangkal Kejahatan Terorisme Kontemporer di Indonesia’’, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Sabtu (17/4).
Tampil sebagai narasumber lain dalam webinar itu Kasatgas Densus 88 Mabes Polri Imam Subandi, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Ketua Program Doktor FK UKI Prof John Pieris, terpidana 12 tahun bom buku Jakarta Hendi Suhartono, dan Ali Imron yang divonis seumur hidup atas kasus bom Bali 2002.
BACA JUGA: Ahmad Basarah Berharap Buku Catatan Merah Karya Guntur Soekarnoputra Dibaca Generasi Milenial
Mencermati kesungguhan Ali Imron bertobat sebagai teroris, dan efektivitas yang bersangkutan dalam kampanye deradikalisasi dan antiterorisme tersebut, Basarah berjanji akan menyampaikan kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan memberikan grasi.
Menurut dia, hal ini agar Ali Imron lebih semangat dan leluasa membantu banyak pihak mengampanyekan deradikalisasi dan antiterorisme.
BACA JUGA: Cegah Radikalisme di Kalangan Milenial, Polri Harus Gandeng Organisasi Kepemudaan
"Insyaallah akan saya sampaikan usulan agar Ali Imron mendapatkan grasi presiden dan saya akan jadikan Ali Imron sebagai salah satu narasumber dalam program Sosialisasi 4 Pilar MPR RI,” ujar Basarah yang juga wakil ketua Laziz PBNU ini.
Sementara itu, Ali Imron dalam webinar itu menyampaikan ajakan kepada radikalis untuk kembali ke jalan yang benar.
"Saya mengajak semua kawan-kawan yang masih radikalis, atau yang setengah radikalis, dan menganggap Pancasila adalah thogut, mari kita kembali ke jalan yang benar. Tindakan kita salah. Jihad yang diserukan Islam itu kita pahami secara salah, hanya sebatas isi kepala kita yang kecil ini,” katanya.
Saat ditanya peserta webinar apakah semua pengakuan dan pertobatan itu dilakukan atas dasar paksaan, doktrin, atau tekanan pihak-pihak tertentu misalnya Badan Intelijen Negara (BIN) atau polisi, Ali Imron tegas membantah.
“Tak ada tekanan buat saya. Ini saya nyatakan sesungguhnya. Tindakan saya dan kawan-kawan teroris itu ngawur. Islam tidak mengajarkan apa yang kami tebarkan dan kerjakan,’’ ungkapnya.
Menurut Basarah, retorika Ali Imron yang mengajak semua kaum radikal untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi sangat penting disampaikan kepada publik secara terus-menerus.
Supaya semua penyesalan dan ajakan Ali Imron untuk mencintai tanah air dan ideologi Pancasila didengar oleh sebanyak mungkin bangsa Indonesia.
Sementara, Imam Subandi mengatakan bahwa apabila hanya pihaknya saja yang berbicara pentingnya deradikalisasi di forum-forum seperti ini, maka bisa bias dan indoktriner.
Namun, lanjut dia, apabila yang menyampaikan adalah seorang mantan pelalu teroris, publik akan menangkapnya dengan penilaian berbeda.
“Oleh karena itu, kalau saya boleh berpendapat secara pribadi, Ali Imron ini layak untuk mendapatkan grasi agar dia bisa lebih efektif lagi membantu program deradikalisasi,” kata Imam.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar memvonis Ali Imron alias Alik dengan hukuman penjara seumur hidup pada 18 September 2003 atas keterlibatannya pada kasus bom Bali 2002.
Hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya menuntur 20 tahun penjara.
Majelis hakim yang diketuai Mulyani menilai adik Amrozi itu terbukti secara sah terlibat terorisme.
Ali Imron terhindar dari hukuman mati karena menyesal dan bersedia bekerja sama dengan polisi.
Bom Bali terjadi pada 12 Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) Jalan Legian, Kuta, Bali, menewaskan 202 orang dan melukai 209 korban lainnya. (*/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy