SURABAYA - Tidak ada yang ingin menderita gagal ginjal. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi pola hidup yang sesuai supaya seseorang tidak menderita gagal ginjal. Hal itu dipaparkan spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi dr Djoko Santoso SpPD KGH PhD FINASIM.
Menurut dia, idealnya makan dibatasi atau secukupnya. ""Tapi, sekarang yang ada, makan tidak dibatasi. Apa pun, jam berapa pun,"" ujarnya kemarin (6/3) dalam Bincang Sehat Seputar Kesehatan di Surabaya.
Tidak heran, angka kejadian pasien gagal ginjal terus bertambah. Berdasar data Dinas Kesehatan Kota Surabaya saja, gagal ginjal menempati urutan pertama pasien jamkesmas nonkuota (SKTM). Disusul pasien diabetes, yakni 4.533 orang. Padahal, diabetes kini menjadi penyakit terbanyak penyebab gagal ginjal.
""Pertama karena diabetes. Kedua karena hipertensi. Sisanya infeksi kronis karena batu ginjal dan pemakaian obat-obatan antinyeri tanpa kontrol,"" ungkap dokter yang juga wakil dekan II FK Universitas Airlangga tersebut.
Djoko memaparkan, penyakit yang datang merupakan bom waktu yang sudah sekian lama berproses. Dengan arti lain, 10-15 tahun ke belakang sebelum diagnosis bisa tergambar pola hidup seseorang. Misalnya, pasien diabetes yang komplikasi ke gagal ginjal. Kadar gula darah yang tinggi mengakibatkan fungsi saraf terganggu. Termasuk, saraf yang mengatur fungsi ginjal.
Dokter yang menyelesaikan program PhD di Juntendo University, Tokyo, Japan, itu juga memaparkan, keterkaitan penyakit seperti diabetes dengan genetis hanya mencapai 30 persen. Yang paling menentukan, 70 persen, adalah faktor lingkungan. Bahkan, Djoko sempat melakukan skrining terhadap sekitar 350 remaja.
Hasilnya, di antara remaja yang berusia kurang dari 20 tahun, terdapat 8 persen yang mengidap hipertensi. Selanjutnya, pada remaja berusia 20-26 tahun, 15 persen sudah mengalami hipertensi. ""Jangan disangkal kalau sekarang banyak orang yang berpedoman hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup,"" candanya.
Bila telanjur gagal ginjal, tidak ada jalan lain selain cuci darah. Padahal, biaya yang harus dikeluarkan saban cuci darah mencapai Rp 1 juta. Djoko lebih menyarankan untuk makan sesuai dengan aktivitasnya. (ina/c5/mik)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peminat Treatment Wajah Kian Belia
Redaktur : Tim Redaksi