Agar ketahanan energi secara nasional dapat dilakukan, perubahan paradigma harus dilakukan terhadap pengelolaan energi nasional. Jika selama ini ditekankan pada sisi supply-nya, harus bergeser ke sisi demand dimana energi efisiensi harus diterapkan, baik di sektor rumah tangga, transportasi, industri maupun komersil.
Selain itu, perubahan paradigma juga harus dilakukan melalui sumber pembangkit listrik yang digunakan. Saat ini, pemerintah cenderung menyediakan listrik dengan menggunakan bahan bakar fosil yang ada. Itu artinya, dengan harga bahan bakar yang membengkak otomatis mengakibatkan subsidi negara turut membengkak. Energi terbarukan saat ini masih menjadi sekadar alternatif.
”Pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai pondasi yang terutama, dan apabila terjadi kekurangan, bahan bakar fosil akan menjadi penyeimbangnya,” ungkap Sekertaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Dr Ir Hadi Purnomo M.Sc DIC, saat menghadiri Seminar Nasional Kebijakan Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju Tahun 2050, yang dilaksanakan DEN dan Universitas Jambi, di Abadi Convention Center (ACC), Rabu (17/4).
Dijelaskan, perubahan paradigma yang mendasar yang harus dilakukan ialah sumber energi itu jangan dipandang sebagai barang komersil, tetapi, energi itu harus dipandang sebagai modal pembangunan dan kebutuhan di masa-masa yang akan datang. ”Seperti batu bara, kalau selama ini kita menganggap bahwa batu bara itu sebagai komuditas, maka kita akan mencari keuntungan dan tidak melihat ketahanan energi untuk jangka panjang,” lanjutnya.
Maka dari itu lanjutnya, perlu adanya perubahan paradigma. Meski diakuinya merubah paradigma itu tidak semudah membalikkan telapak tangan membutuhkan waktu, proses dan sosialisai. Serta, perlunya menerapkan aturan secara tegas.
Pemerintah juga sudah mengeluarkan UDD mengenai batubara bahwa itu harus dikelola dengan baik, ekspor batu bara juga dibatasi supaya pemanfaatan energi akan lebih prioritas. “Jangan hanya menjual batu bara, kita harus mempertimbangkan bahwa batu bara itu merupakan sebuah energi yang kita butuhkan,” jabarnya.
Ditambahkan, peraturan sudah ada, tinggal lagi implementasi dan pengawasan di lapangan yang harus dimaksimalkan. Dan itu tentu bukan hanya pemerintah pusat saja yang melakukan, tetapi seluruh komponen pemerintah daerah juga harus berperan aktif dalam mengawasi penambangan-penambagan ini supaya sesuai dengan kebijakan yang ada. “Jadi tak hanya sebatas memenuhi ekspor saja, pengelolaanya harus sesuai dengan kuota yang ada, kemudian penambangan jangan sampai merusak lingkungan,” tambahnya.
Dalam kebijakan energi yang baru ini, DEN mendorong pemanfatatan EBT harus lebih dari target. Artinya, ketergantungan terhadap energi fosil (minyak), harus dikurangi. Seperti batu bara dan lain sebagainya. Makanya, secara bertahap Indonesia tidak lagi ketergantungan terhadap energi fosil. Selain batu bara, pemerintah juga mendorong penggunaan bahan bakar gas. Sebab, potensi gas Indonesia sangat banyak.
Untuk itu, DEN mengajak masyarakat Jambi untuk bersama-sama memikirkan dan memberdayakan potensi energi yang ada di Jambi. Pemerintah pusat akan bantu untuk rancangan umun energi di daerah. Artinya, jangan hanya pemerintah pusat yang memikirkan hal ini, pemerintah daerah juga dituntut untuk itu.
”Kita mengdakan kegiatan seperti ini untuk menjaring aspirasi yang ada didaerah dalam rangka menyusun kebijakan energi nasional,” tutupnya.(ami/nas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga BBM Dikendalikan, Tarif Transportasi tak Boleh Naik
Redaktur : Tim Redaksi