jpnn.com, PALEMBANG - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumsel menolak berkas dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilgub Sumsel 2018 yang dilaporkan tim advokasi paslon gubernur-wakil gubernur Sumsel nomor urut 4, Dodi Reza Alex-HM Giri Ramanda NK.
Dalam Surat Bawaslu Nomor 344/K.SS/PM/07.01/VII/2018 menyebut pengajuan berkas melewati waktu (kedaluwarsa) sehingga tidak dapat diproses.
BACA JUGA: Pantau Pilgub, Mobil Dinas Camat Inderalaya Utara Tabrakan
Ketua Bawaslu Sumsel, Junaidi, menerangkan, berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa, pasal 11 ayat 1 menyebut permohonan penyelesaian sengketa diajukan paling lama tiga hari kerja sejak objek sengketa dalam pemilihan atau keputusan KPU.
“Yang disoal kan menyangkut SK Penyelenggaraan Pilgub Sumsel di Palembang dan Muara Enim yang tidak dimiliki PPS dan PPK serta DPT (daftar pemilih tetap) tidak final. Itu kan penetapannya sebelum Pilgub Sumsel, harusnya kalau mau gugat masalah itu tiga hari setelah penetapan SK atau DPT,” jelasnya, tadi malam. Dengan keputusan itu, maka tuntutan PSU juga tidak bisa dilaksanakan.
BACA JUGA: Pilkada Sumsel 2018: Ya Ampun, Tipis Bangeeeeeetttt
Sementara, tim advokasi Dodi-Giri baru mengajukan berkas pengaduan pada 10 Juli, atau dua hari setelah penetapan hasil rekapitulasi suara Pilgub Sumsel. “Karena itulah berkas tersebut kita anggap kedaluwarsa dan tidak bisa diproses,” jelasnya.
Menurutnya, Bawaslu sudah memproses laporan sesuai standar dan peraturan yang ada.
BACA JUGA: Jagoan PDIP di Sumsel Diyakini Bakal Bawa Perubahan
Karena itu, jika ada pihak yang tidak merasa puas terkait keputusan Bawaslu dan ingin melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), silakan saja. Karena itu hak warga negara untuk melaporkan. Di sana diuji apakah penyelenggara pemilu profesioanl atau tidak, melanggar etik atau tidak. "Kita sebagai penyelenggara pemilu harus siap melaporkan dan dilaporkan," tutupnya.
Wakil Koordinator Tim Hukum dan Advokasi Dodi-Giri, Darmadi Djufri MH menerangkan pihaknya akan melaporkan Bawaslu Sumsel ke DKPP. "Senin (16/7) kami akan lapor ke DKPP. Bawaslu Sumsel telah melakukan pelanggaran karena tidak memproses laporan tim advokasi Dodi-Giri," tegasnya saat konferensi pers di RM Palembang, kemarin.
Dikatakan, surat yang mereka terima dari Bawaslu menyebut berkas pengaduan mereka kedaluwarsa. Padahal pihaknya menyerahkan berkas pengaduan, 10 Juli atau 2 hari setelah penetapan rekapitulasi.
“Sengketa pilgub kan ada tahapan yang harus dilakukan Bawaslu, sebagai majelis pemeriksa. Kami sudah melakukan sesuai peraturan perundang-undangan, aturan Bawaslu dan PKPU,” tuturnya.
Namun laporan belum diproses sesuai tahapan, tiba tiba Bawaslu memberikan surat pemberitahuan. Setelah mendapat surat itu, sekitar pukul 10.30 WIB, Jumat (13/7) pihaknya ke Bawaslu untuk menanyakan surat itu. Namun ruangan terkunci, ada beberapa ruangan yang buka tapi tidak ada stafnya, yang ada hanya polisi jaga.
"Bawaslu ini sudah mulai meninggalkan gelanggang. Kami menilai Bawaslu lari dari tanggungjawab dan tidak berlaku adil," ujarnya.
Padahal, sejak pleno rekapitulasi hasil pilgub tim hukum menemukan banyak sekali pelanggaran. "Hal yang mendasar adalah DPT. Apalagi kisruh DPT sudah ada sejak awal," katanya. Karena sampai pencoblosan tidak ada DPT final. Ini berdampak pada saksi paslon.
"Kami tidak bisa memvalidasi apakah mencoblos itu masuk DPT atau tidak," katanya. Tim hukum advokasi paslon 4 sudah menyampaikan 9 laporan. Dari 9 laporan, 5 ditindaklanjuti di KPU RI dan KPUD Sumsel. Sedangkan Bawaslu hanya memberikan jawaban normatif berupa surat pemberitahuan dan itu sangat keliru.
Selanjutnya, dalam Pilgub di Muara Enim dan Palembang, penyelenggaranya tidak ada SK. “PPS-PPK hanya menerima SK penyelengaraan untuk Pilwako Palembang dan Pilbup Muara Enim. Jadi tidak ada legalitas dalam pencoblosan dan penghitungan pilgub,” terangnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan pihaknya juga melakukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kalau masyarakat hanya melihat soal selisih suara, tapi pihaknya ada argumentasi lainnya.
“Yang kami uji di MK bahwa Pilgub Sumsel cacat hukum, sehingga produknya batal demi hukum. Kami tidak mengganggu suara paslon lain. Kami minta Palembang dan Muara Enim dilakukan PSU (pemungutan suara ulang)," tegasnya.
Pihaknya pun optimis diproses MK. "Kami adalah korban. Kami berkeyakinan hakim akan menjalankan undang-undang. Prosesnya di MK itu kewenangan mereka," ujarnya.
Tim advokasi Dodi-Giri, Sri Adinda menambahkan untuk sengketa pemilu, pihaknya sudah ajukan sengketa pada 10 Juli, sementara batas waktu pengaduan kan tiga hari setelah perhitungan. “Seharusnya mereka mengatur persidangan,” terangnya.
Pihaknya menduga Bawaslu panik, sehingga melakukan kecerobohan hanya mengeluarkan surat pemberitahuan, ada faktor di luar hukum. Seharusnya diterima, diregister, dan disidangkan. Bukan memberikan surat seperti ini. “PSU itu bisa direkomendasikan MK atau Bawaslu. Ada banyak daerah lain yang direkomendasikan Bawaslu untuk PSU,” jelasnya.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono menjelaskan MK masih memberi kesempatan bagi pihak yang berperkara untuk melengkapi berkas. "Kalau bicara final berapa perkara, nanti baru kita pastikan 23 Juli. Saat permohonan diregistrasi dalam BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK)," jelasnya di Jakarta.
Kelak katanya setelah tercatat dalam BRPK, baru permohonan diperiksa hakim.
“Jika sudah masuk BRPK, barulah perkara sengketa pilkada menjalani sidang pendahuluan 26 Juli mendatang hingga putusan dismissal pada 9 Agustus. Putusan dismissal akan menentukan apakah perkara memenuhi syarat untuk bisa diadili MK," jelasnya.
Masih kata Fajar, jika bisa diadili, MK punya waktu 45 hari sejak perkara tercatat dalam BRPK, untuk menyidangkan perkara hingga mengeluarkan amar putusan. “Dijadwalkan putusan akhir diselenggarakan pada 18-28 September," jelasnya.(ran/cj15/afi/fad/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei Pilkada Sumsel: Herman Deru Nomor Satu
Redaktur & Reporter : Budi