jpnn.com - UNGARAN – Praktik prostitusi di Kabupaten Semarang terus berkembang meski pemerintah daerah setempat gencar menggelar razia terhadap pekerja seks komersial (PSK). Jajaran Pemerintah Kabupaten Semarang bahkan seolah tidak mampu menghentikan penyakit sosial itu.
Sekretaris Bandungan Crisis Center, BudiNugroho mengatakan upaya pemerintah mengatasi prostitusi di Kabupaten Semarang cenderung bertele-tele. Pasalnya selema ini tidak ada upaya tegas, seperti penutupan lokasi prostitusi maupun penanganan PSK.
BACA JUGA: Mesranya, Suap-suapan di Bui
“Pemerintah setengah hati menangani PSK, hanya formalitas saja. Sehingga tidak dapat dipungkiri prostitusi terus marak dan berkembang subur,” ujarnya seperti dikutip Radar Semarang (Jawa Pos Group).
Budi lantas mencontohkan ketika para PSK maupun pemandu karaoke (PK) di kawasan wisata Bandungan terjaring razia Satpol PP. Ternyata para PSK dan PK yang terjaring razia hanya didata, lantas dilepas lagi.
BACA JUGA: Berbagi dengan Yatim dan Jompo, Ketua DPRD Bogor jadi Tukang Bakso
“Justru banyaknya setelah ditangkap, PSK ditakut-takuti oknum Satpol PP, kemudian membayar Rp 50 ribu dan dilepas lagi. Selesai di situ saja,” katanya.
Ia menambahkan, mestinya ada pembinaan berupa pengawasan, pemberian pelatihan keterampilan, hingga pengobatan kepada para PSK. Namun, hal itu jarang dilakukan.
BACA JUGA: Sambil Mengaso saat Arus Balik, Ayo Mengail di Kantor Koramil
Bahkan kegiatan pembekalan keterampilan pada PSK oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Semarang tidak berjalan baik. Para PSK memang terkesan ogah diajak untuk bekerja keras.
“PSK dan PK ini banyak hidupnya glamor. Kalau diajak kerja keras seperti itu langsung sulit. Mungkin seminggu mau ikut kursus, tapi saya yakin mereka sulit untuk diajak kerja keras,” tuturnya.
Bupati Semarang, Mundjirin mengakui adanya kendala dalam menangani PSK di Bandungan. Pasalnya, para PSK memang beroperasi di tempat-tempat wisata. “Seperti halnya Bandungan, itu kan tempatnya untuk wisata jadi tidak bisa langsung ditindak,” katanya.
Kondisi itu berbeda dengan beberapa kota besar seperti halnya Surabaya. Menurut Mundjirin, pembubaran kawasan prostitusi Dolly di Surabaya lebih mudah karena pada awalnya memang difungsikan sebagai lokalisasi.
Sementara jika dibandingkan dengan praktik prostitusi di Kabupaten Semarang, para PSK hanya mendompleng tempat yang ramai. “Beda cara penanganan, di Bandungan ada hotel-hotel banyak, namun justru prostitusinya di rumah-rumah penduduk dengan alasan bekerja di hotel namun melakukan prostitusi,” katanya.
Pihak Pemkab Semarang pun berencana melakukan pengarahan kepada pelaku prostitusi di Bandungan sehingga mereka bisa bekerja sesuai dengan peruntukan lokasi itu. Mundjirin menegaskan, perlu perlakuan khusus dalam menangani praktik prostitusi di Bandungan.
Menurutnya, banyak wisatawan yang datang ke Bandungan untuk rekreasi dan bukan untuk masuk ke ranah prostitusi. “Jika kita menyetop orang untuk pergi ke Bandungan juga tidak mungkin, nantinya perekonomian di sana tidak jalan,” ujarnya.(ewb/zal/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspada, Ada Kemungkinan Vaksin Palsu Beredar di Semarang
Redaktur : Tim Redaksi